Jokowi Widodo dan Jusuf Kalla telah resmi didaftarkan ke KPU, Selasa (20/5/2014) sebagai bakal kontestan Pilpres 2014. Maka tertutup peluang bagi parpol lain untuk bergabung dalam pendukung pasangan bakal capres-cawapres itu sebelum hari coblosan pada 9 Juli mendatang.
Gabungan parpol yang mendaftarkan Jokowi-JK beranggotakan PDIP-NasDem-PKB-Hanura. Perolehan suara mereka pada Pemilu 2014 telah melebihi 25 persen nasional atau lebih dari 20 persen perolehan kursi DPR-RI sebagaimana disyaratakan dalam UU Pilpres.
Pernyataan peolehan suara dan kursi harus dicantumkan dalam dokumen pendaftaran. Dokumen tersebut tidak dapat disusulkan belakangan untuk mengakomodir parpol yang bergabung setelah masa pendaftaran.
“Tapi di luar berkoalisi, mengumumkan ya bisa saja,” sambung mantan penggiat LSM dalam bidang pemilu ini.
Maksudnya dapat saja parpol mendadak menyatakan dukungan bahkan mencabut dukungan terhadap pasangan capres-cawapres yang telah didaftarkan. Tetapi bagi KPU dinamika politik demikian adalah urusan internal koalisi yang bersangkutan dan tentu saja tidak mempengaruhi administrasi pendaftaran.
Dalam artian parpol yang mencabut dukungannya tetap KPU catat sebagai parpol pendukung. Sedangkan parpol yang bergabung belakangan tidak KPU catat sebagai parpol pendukung.
Contoh kasus adalah bergabungnya Partai Golkar dalam koalisi SBY-Boediono pada Pemilu 2009 silam. Partai Golkar itu menyatakan bergabung setelah pasangan JK-Wiranto yang diusungnya kalah telak.
Peraturan itu pula yang sedang disiasati oleh pasangan Prabowo-Hatta yang diusung Partai Gerindra-PAN-PPP-PKS-PBB dan Partai Golkar. Sepanjang malam ini mereka mencoba ‘membujuk’ Ketum DPP PD Susilo Bambang Yudhoyono untuk bergabung dalam koalisi pendukungnya.
(Luhur Hertanto)