Mantan Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH), menyatakan dukungannya yang tegas terhadap upaya Kejaksaan Tinggi Banten (Kejati Banten) dalam mengusut tuntas dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan Stadion Banten International Centre (BIS) atau Sport Center di Kota Serang. WH menegaskan bahwa meskipun proyek tersebut digagas pada masa pemerintahannya, ia tidak mengetahui adanya indikasi penyimpangan dalam pengadaan lahan yang terjadi jauh sebelum dirinya menjabat sebagai Gubernur.
“Saya sepenuhnya mendukung langkah Kejati Banten untuk mengusut tuntas dugaan korupsi ini. Apapun yang melibatkan penyalahgunaan wewenang dan merugikan negara, harus diberantas tanpa pandang bulu,” ujar Wahidin Halim, Kamis (21/11/2024).
Menurut Wahidin, pengadaan lahan untuk pembangunan Sport Center dilakukan pada periode 1998 hingga 2011, jauh sebelum ia memimpin Banten pada 2012. Ia juga mengungkapkan bahwa proyek Stadion BIS dimulai pada tahun 2018 dan selesai pada 2022, yang berarti masa pemerintahannya tidak terlibat dalam masalah lahan tersebut.
Meski demikian, Wahidin menegaskan bahwa lahan tersebut saat ini sudah menjadi aset daerah yang sah. “Pengadaan lahan itu memang sudah menjadi aset pemerintah, tetapi jika ada dugaan korupsi, proses hukum harus tetap berjalan,” ujarnya.
Sementara itu, Kejati Banten terus melakukan pendalaman kasus ini dengan memanggil sejumlah saksi, termasuk Tubagus Chaeri Wardana, suami dari calon Gubernur Banten, Airin Rachmi Diany. Pemanggilan juga mencakup sejumlah nama besar lainnya, termasuk Ketua DPRD Banten, Fahmi Hakim, yang diduga terlibat dalam pengadaan tanah untuk proyek tersebut.
Kasi Penerangan Hukum Kejati Banten, Rangga Adekresna, SH., MH, membenarkan pemanggilan saksi-saksi terkait kasus ini. “Kami akan memeriksa sejumlah saksi pada Jumat (22/11/2024), termasuk Fahmi Hakim yang juga terkait dengan dugaan penyalahgunaan aset Pemprov Banten, yakni Situ Ranca Gede Jakung,” ujar Rangga.
Wahidin Halim, yang dikenal sebagai sosok yang berkomitmen pada pemberantasan korupsi, kembali menegaskan bahwa semua pihak harus siap mempertanggungjawabkan perbuatannya, terutama jika berkaitan dengan kepentingan publik dan aset negara.
(*/red)