Peredaran Hexymer dan Tramadol di Jalan Lingkar Selatan Semakin Meresahkan

725

IMG-20220628-WA0000

Penggunaan psikotropika jenis Hexymer dan Tramadol menjadi trend baru dalam kasus penyalahgunaan narkoba di Kota Cilegon belakangan ini.

Beredar informasi terdapat sebuah lapak yang menjual obat-obatan tersebut di wilayah jalan Lingkar Selatan (JLS).

Mirisnya, peredaran obat keras yang diduga illegal itu banyak dikonsumsi oleh para para remaja dan para sopir yang sengaja membeli secara eceran, terpantau sejumlah remaja dan para sopir truk tengah membeli pil Heximer secara bergantian di pinggiran  jalan lingkar selatan kota Cilegon.

Diketahui, Hexymer dan Tramadol termasuk dalam psikotropika golongan IV yang peredarannya harus dengan resep dokter. Obat yang mengandung bahan kimia trihexyphenidyl hydrochloride itu merupakan obat pengurang ketegangan.

“Sebetulnya bukan seperti mabuk-mabukan tapi kalau dikonsumsi tidak sesuai dengan dosis, obat itu bisa menimbulkan efek seperti penggunaan narkotika. Hexymer itu biasanya buat antiparkinson, kayak untuk petinju Muhammad Ali. Ada juga buat efek antidepresi termasuk untuk menghilangkan nyeri otot, sementara Tramadol obat digunakan untuk meredakan nyeri sedang hingga berat. Biasa digunakan untuk meredakan nyeri pada pasien dengan kondisi tertentu, seperti nyeri pasca operasi. “kata salah seorang praktisi kesehatan.

Salah seorang warga mengatakan,
peredaran pil Hexymer dan Tramadol di wilayah Lingkar selatan menurutnya sudah ada sejak beberapa bulan ini, warga pun merasa khawatir jika anak-anak mereka mengkonsumsi zat berbahaya itu.

“Saya sering dengar di jalan Lingkar Selatan itu ada warung yang menjual pil Hexymer dan Tramadol itu, kami khawatir anak-anak kami membeli dan mengkonsumsinya” tutur Suimah, warga Bagendung kecamatan Cibeber Kota Cilegon, Selasa (26/2022).

Hexymer termasuk dalam kategori obat keras yang harus menggunakan resep dokter dan digolongkan dalam obat psikotropika sehingga penggunaannya harus sesuai ketentuan.

Diketahui, peredaran obat keras ilegal dapat dijerat dengan Pasal 196 jo Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1,5 miliar.