Sejumlah warga dan pemuda yang tergabung dalam forum masyarakat peduli lingkungan (Formapel) Suralaya, Lebak Gede dan Salira melakukan aksi penolakan rencana pembangunan PLTU 9-10 & RUU Omnibus Law.
Penolakan warga ini atas kekhawatiran regulasi Omnibus law yang lebih memihak kepada perusahaan serta bertambahnya pencemaran udara yang berdampak pada kesehatan masyarakat dan kerusakan lingkungan di wilayah sekitar.
“Alasan mendasarnya, ya karena takut omnibus law yang berdampak pada regulasi masalah lingkungan dan pembangunan PLTU suralaya yang ada sudah cukup. Lahan pertanian, sumber air tergerus dan kesehatan masyarakat terganggu” Keterangan Edi Suriana, ketua Formapel masyarakat terdampak PLTU Suralaya.
Aksi ini, tambahnya, merupakan penolakan agar jangan sampai masalah yang ada belum terselesaikan malah akan membangun pembangkit berbahan batu bara kembali.
Edi menegaskan, pemerintah Indonesia dan Korea Selatan jangan sampai mengorbankan masyarakat baik dari sisi kesehatan dan ekosistem lingkungan, “kalo mau berhitung data korban ISPA disini ayo kita sama-sama lihat. Sumber air yang semakin susah dan lahan pertanian juga mulai hilang kok ini mau dibangun lagi. Kita jangan main-main yah karna ini menyangkut nyawa manusia”, tegasnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa PLTU Suralaya sudah over suply atau kelebihan kapasitas. Hal inilah yang membuat warga bertanya-tanya urgensi pembangunan PLTU 9-10.
“Kalo untuk mensejahterakan masyarakat sekitar coba kita berkaca pada PLTU yang sudah lama ada itu sudah kelebihan kapasitas dan cukup membuat masyarakat menjadi korban pencemaran. Sebelumnya pantai kelapa tujuh juga menjadi lapangan pekerjaan masyarakat, tapi ketika di gusur berapa kepala yang kehilangan pekerjaannya?” Ungkap Edi.
Dalam hal ini juga disampaikan Jimmy, warga Lebak Gede, masyarakat merasa geram karena merasa dibohongi oleh pihak perusahaan saat pembebasan lahan.
“Kami menolak pembangunan PLTU 9-10 karna merasa dibohongi yang awalnya alokasi di Lebak Gede diperuntukkan untuk komplek perumahan tapi malah jadi tempat pembuangan limbah fly ash yang berbatasan langsung dengan pemukiman. Kalo mau bunuh kami bilang terus terang saja, ditambah omnibus law yang berpihak pada perusahaan.” Ungkapnya.
Hal senada juga ditegaskan oleh Jumani, yang waktu pembebasan lahan masih menjabat sebagai ketua RW 01 Lebak Gede pada tahun 2017, menyatakan, kesepakatan warga pemilik lahan dan pihak perusahaan diperuntukkan kompleks perumahan bukan lokasi pembuangan limbah fly ash.
Jimmy menyimpulkan, warga tidak menolak pembangunan pemerintah apabila berdampak baik pada kesejahteraan masyarakat dan lingkungan. (Red)