Oleh: Dikdik Dahlan Lukman
Cita-cita luhur ajaran Islam menyangkut kehidupan sosial-politik tampaknya dapat ditemu kan pada ayat demi ayat surah al-Hujurat. Pesan-pesannya sangat tepat untuk direnungkan masyarakat Indonesia yang akan menggelar pilkada serentak 2018. Pada ayat pertama, Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS al- Hujurat [49]: 1).
Apa pun yang kita hadapi, ketetapan Allah dan rasul-Nya harus ditempatkan pada posisi terdepan dan utama. Melawan, menentang hukum Allah, dan menistakan agama dipastikan selalu berakhir dengan kesia-siaan, seperti Firaun tersungkur di Laut Merah dan kaum Ad yang pongah dengan keperkasaannya tak berdaya melawan kekuatan alam.
Mencintai dan mengharapkan ridha Allah harus di atas segalanya, tidak terkecuali dalam memilih dan mendukung pasangan calon. Setiap perjuangan yang didasari harapan mendapatkan ridha Allah, insya Allah, akan mengantarkan kepada kemuliaan. Menang atau kalah, selama dalam ketaatan kepada Allah, insya Allah, semua aktivitas kita akan bernilai ibadah.
Pesan kedua adalah keharusan bersifat selektif dalam menerima berita atau informasi. Dalam suasana seperti ini, perang informasi di media sosial sangat sulit untuk dihindari. Untuk mendongkrak popularitas, setiap orang berpotensi melawan Allah dengan menebar informasi abal-abalpenuh dusta (fasik). Inilah pentingnya bertindak selektif menyaring informasi yang dalam surah al-Hujurat ayat ke-6 disebut dengan tabayun.
Mengingat setiap kelompok memungkinkan berbuat fasik untuk meraih dukungan dan kemenangan, Allah SWT mengingatkan bahwa sesungguhnya setiap Mukmin itu bersaudara (QS al-Hujurat [49]: 10). Hakikat persaudaraan sebenarnya diikat oleh keimanan. Begitu pentingnya persaudaraan yang diikat dengan keimanan (ikhwatul iman).
Dalam bermasyarakat, bermuamalah, termasuk dalam berpilkada, umat Islam tidak diperkenankan untuk saling memperolok, saling mencela, saling berburuk sangka, saling mengumpat, dan saling mencari-cari kesalahan orang lain (QS al-Hujurat [49]: 11-12).
Dalam surah al-Hujurat, Allah pun mengingatkan bahwa manusia paling mulia di hadapan-Nya adalah orang yang paling bertakwa (QS al-Hujurat [49]: 13). Bagi orang Mukmin, predikat orang bertakwa adalah dambaan. Ketika dihadapkan pada keharusan untuk memilih pemimpin, kriteria utamanya adalah siapa di antara para calon itu yang akan membuka jalan, mengarahkan, mengantarkan, dan menuntun ke jalan ketakwaan.