KPK Buka-bukaan KPK soal Informan OTT

801

Buka-bukaan KPK soal Informan OTT
Bidik Banten  – “It is not about technology. This is the valid info that we get,”

Ucapan Laode M Syarif itu bisa saja membuat seseorang yang merasa bersalah langsung melihat orang-orang di sekitarnya. Kecurigaan meningkat karena kekhawatiran ‘bau busuk’ kejahatannya menguat.

Kata-kata Syarif itu menurutnya sedikit membongkar ‘rahasia dapur’ operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Karena, bagi Wakil Ketua KPK itu, publik kerap berpikiran bila OTT selalu berawal dari ‘senjata andalan’ lembaga antirasuah itu: penyadapan.

Padahal, setidaknya menurut Syarif, OTT kerap dilakukan berdasar pada sumber terpercaya atau informan atau apapunlah disebutnya. Dan informasi valid tentang suatu tindak kejahatan, kata Syarif, selalu berasal dari orang-orang di sekitar target yang akan ditangkap.

“Takutlah sama teman-teman yang lapor, benar. It’s not about technology tapi about the valid information. A1. Jadi seperti itu,” ucap Syarif pada Selasa (3/10) kemarin.

“Sudah biasa karena kalau tidak ada yang tahu kan nggak ada informan yang tahu pertama. It is not about technology. This is the valid info that we get,” imbuh Syarif menjelaskan.

Jadi menurut Syarif, anggapan bila KPK hanya mengandalkan penyadapan tak selalu benar. Sebab, informasi-informasi dari sumber terpercaya menjadi andalan KPK juga.

Tentang hal ini pun sebenarnya pernah disampaikan KPK ketika rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR. Saat itu, Ketua KPK Agus Rahardjo menjelaskan tentang alur pengaduan masyarakat di KPK hingga akhirnya diusut KPK.

Agus menyebut bila seringkali pengaduan masyarakat dengan data yang lengkap semakin memudahkan kerja KPK. Dari situlah, KPK bisa melakukan penindakan dengan cara OTT.

Lalu siapa yang biasanya melaporkan melalui pengaduan masyarakat?

“Takutlah sama teman-teman yang lapor, benar,” begitulah jawaban Syarif.

Teman-teman itu merupakan orang-orang di sekitar pelaku tindak pidana korupsi yang tentunya memiliki indikasi-indikasi kuat untuk dilaporkan ke KPK.

“Jadi kalau anggota DPR itu ketakutan sama sadapan KPK, bukan. Tapi takutlah sama teman-teman yang lapor,” ujar Syarif.

Orang-orang di sekitar pelaku tindak pidana itulah yang paling tahu kebiasaan yang menjadi titik lemah. Dengan begitu, KPK bisa membongkar suatu tindak pidana korupsi dengan bantuan dari orang-orang sekitar yang memang mungkin sudah bosan dengan perilaku culas.

Misal, seorang bupati di suatu daerah selama bertahun-tahun selalu melakukan penyimpangan dalam hal izin suatu proyek. Hal ini tentunya diketahui dengan pasti oleh staf atau mungkin orang-orang di sekitar kantor bupati. Namun pengamatan itu perlu dilakukan dalam kurun waktu yang mungkin tidak sebentar.

Itulah yang disebut Syarif, OTT tidak selalu mengungkap pemberian pertama dalam hal suap menyuap. Seringkali, pemberian kedua atau ketiga baru diungkap KPK. Tak lain, karena informan KPK itu membutuhkan waktu mencari tahu tentang agenda si pelaku tersebut terlebih dulu sebelum melaporkan ke KPK dengan informasi yang valid.

“Saya kasih tahu aja OTT itu, ini rahasia perusahaan, tapi nggak apa-apa, OTT itu nggak pernah terjadi pada penyerahan pertama, pasti itu terjadi di the second, third,” ujar Syaifudin,  dilansir dari detiknews.com.

Editor: Laras