Bidik Banten – Banyak warga pemilik mobil, bahkan pemilik sepeda motor, tidak memiliki lahan parkir yang memadai. Tempat tinggal pemilik ada di dalam lorong-lorong sempit berkelok-kelok bagai labirin di sekitar jalan umum tempat mobil diparkir.
Mungkin berlebihan bila masalah perparkiran mobil di permukiman padat di Jakarta dan kota besar lain disebut bagaikan api dalam sekam. Namun tak bisa dimungkiri diam-diam banyak warga yang ternganggu kenyamanannya dengan panjangnya deretan mobil parkir di sepanjang jalan akses pemukiman tempat tinggal.
Banyak juga yang memarkir mobilnya di jalanan sempit di depan rumah hingga mengganggu akses tetangga yang hendak masuk ke rumahnya sendiri. Potret semacam ini ditemukan di banyak tempat di Jakarta.
Seperti dikeluhkan Neng (28), warga perkampungan padat dengan lorong sempit di Jl Awaludin, tak jauh dari Kantor Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Ibu dua anak yang sehari-hari bekerja sebagai pramuniaga ini mengeluhkan terganggunya akses warga gara-gara banyaknya mobil parkir memenuhi jalan yang sempit.
“Hanya muat dimasuki bajaj. Kalau ada mobil mau keluar gang, ya mau yang masuk harus mundur dahulu. Kita yang jalan kaki, naik sepeda dan motor ya harus mundur juga,” paparnya.
Kekesalan serupa disampaikan Rahma (37), warga pemukiman padat di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Wanita penggemar traveling ini kerap dibuat kesal tetangga seberang rumahnya yang tidak memiliki garasi memadai, sehingga memarkir mobil di badan jalan.
Keberadaan mobil tetangga menyuliskan Rahma ketika hendak memasukkan atau mengeluarkan mobilnya dari rumah. “Sudah pernah kami tegur, nurut. Tapi besok-besoknya begitu lagi,” gerutunya.
Kejengkelan yang Neng dan Rahma utarakan pasti dirasakan kebanyakan warga Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Satu hal yang perlu diketahui bahwa mereka bisa mengajukan gugatan hukum terhadap para tetangga yang menjengkelkan. Produk hukum untuk menuntut ganti rugi bahkan memperkarakan tetangga pelanggar adalah Pasal 140 ayat 2 Perda 5/2014 dan Pasal 671 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
Pasal 140 ayat 2 menegaskan bahwa;
“Jalan setapak, lorong atau jalan besar milik bersama dan beberapa tetangga, yang digunakan untuk jalan keluar bersama, tidak boleh dipindahkan, dirusak atau dipakai untuk keperluan lain dari tujuan yang telah ditetapkan, kecuali dengan izin semua yang berkepentingan”
Jika tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan, pihak yang menimbulkan ketidaknyamanan bisa digugat secara perdata untuk dimintai ganti rugi atas dasar perbuatan melawan hukum. Aturannya ada dalam Pasal 1365 KUHPer, yang berbunyi;
“Perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”
Para pemilik mobil perlu memikirkan ulang memarkiri mobil di jalanan. Sebab, memarkir kendaraan di jalanan lebih dari sekadar mengganggu akses warga, tapi juga mengancam keselamatan bersama.
Bayangkan bila terjadi kebakaran di tengah permukiman padat, lalu mobil pemadam kebakaran tidak bisa masuk mendekati pusat api gara-gara akses jalan terhalang deretan panjang mobil parkir dan pemiliknya yang panik menyelamatkan diri lupa membawa kunci mobilnya. Sungguh ironis bila satu-dua RT ludes terbakar gara-gara parkiran.
Sudah selayaknya jika pemilik kendaraan menghargai hak-hak orang lain dalam penggunaan jalan umum dengan tidak memarkir kendaraannya secara sembarangan. (Johan)