Mereka Menjadi Tersangka di KPK, Tapi Menang Dalam Praperadilan 

852

Bidik Banten – Sidang vonis praperadilan Novanto akan digelar pada Jumat (29/9), pada pukul 16.00 WIB.Sidang ini akan dipimpin oleh hakim tunggal Cepi Iskandar.

Novanto bukan satu satunya pejabat negara yang menggugat KPK dalam praperadilan di PN Jaksel. Ada beberapa orang yang menggugat KPK atas penetapannya sebagai tersangka, yang akhirnya dimenangkan oleh hakim.

Berikut pejabat negara yang menang dalam sidang praperadilan melawan KPK, seperti dirangkum oleh kumparan (kumparan.com), Jumat (29/9):

1. Hadi Poernomo

Mantan Ketua BPK, Hadi Poernomo, memenangkan praperadilan melawan KPK di PN Jaksel, pada 26 Mei 2015 lalu.

Dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 21 April 2014 lalu atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penerimaan permohonan keberatan wajib pajak PT Bank Central Asia (BCA) pada tahun 1999, yang merugikan negara hingga Rp 375 miliar. Saat itu, Hadi menjabat sebagai Dirjen Pajak.

Hadi dianggap melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Dia terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Hadi pun menyangkal segala tuduhan KPK kepadanya dengan cara menggugat penetapan tersangka itu dalam sidang praperadilan di PN Jaksel.

Hakim tunggal Haswandi mengabulkan gugatan Hadi. Pengadilan memutuskan untuk menerima sebagian gugatan praperadilan yang diajukan, sehingga menyebabkan status tersangka Hadi, gugur.

“Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan untuk sebagian,” ujar Haswandi saat membacakan putusan.

Haswandi menilai, penyidikan terhadap kasus Hadi tidak sah dan tidak berdasarkan hukum. Oleh karena itu, hakim menganggap, penyidikan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Hakim juga menilai, penanganan kasus sengketa pajak bukanlah wewenang KPK. Kasus semula diduga merugikan negara, menurut hakim, juga tidak terbukti di persidangan.

“Sengketa pajak merupakan hukum khusus. Keberatan pajak bukan merupakan pidana dan bukan wilayah KPK. Juga negara tidak dirugikan seperti yang diungkapkan termohon,” ucap Haswandi.

2. Ilham Arief Sirajuddin

Mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, mengalahkan KPK dalam sidang praperadilan di PN Jaksel pada 12 Mei 2015 lalu. Ilham ditetapkan KPK sebagai tersangka, atas kasus korupsi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar.

Ilham ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam kerja sama kelola dan transfer PDAM Kota Makassar tahun 2006 sampai tahun 2012 yang diduga menimbulkan kerugian negara sampai Rp 38,1 miliar. Oleh KPK, dia dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Tak terima dengan penetapannya sebagai tersangka, Ilham kemudian mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jaksel. Di pengadilan, dirinya pun menang.

Hakim tunggal, Yuningtyas Upiek Kartikawati, dalam putusannya mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan oleh Ilham. Dia menilai, Ilham berhasil membuktikan KPK telah menetapkannya sebagai tersangka tanpa adanya dua alat bukti yang cukup.

Atas putusan tersebut, otomatis status tersangka Ilham gugur, hakim juga meminta agar nama baik Ilham dipulihkan.

Keputusan ini menimbulkan perbincangan di kalangan praktisi hukum, tak terkecuali KPK. Pada bulan Mei 2015, KPK melaporkan hakim Yuningtyas Upiek ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung, karena membebaskan Ilham dari statusnya sebagai tersangka.

KPK lalu menerbitkan sprindik baru untuk Ilham hingga berhasil membawanya sampai ke pengadilan Tipikor. Di Pengadilan Tipikor, Ilham terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi selama menjabat sebagai Wali Kota Makassar.

3. Budi Gunawan

PN Jaksel mengabulkan permohonan gugatan praperadilan yang diajukan oleh Komjen Budi Gunawan, yang saat itu menjabat sebagai Kalemdikpol.

KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi saat ia menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.

Hakim tunggal yang menyidangkan praperadilan tersebut, Sarpin Rizaldi, menganggap penetapan tersangka atas Budi Gunawan tidak sah.

Keputusan diambil berdasarkan UU yang menyatakan bahwa subjek hukum pelaku tindak pidana korupsi yang menjadi kewenangan KPK sebagai termohon, adalah orang yang perbuatannya menyebabkan kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar. Namun, dalam Sprindik nomor 03/01/01/2015 yang diterbitkan tanggal 12 Januari 2015, dinyatakan bahwa Komjen Budi Gunawan diduga melakukan tindak pidana korupsi, menerima hadiah atau janji.

“Menimbang perbuatan menerima hadiah atau janji tidak dikaitkan dengan timbulnya kerugian negara karena perbuatan itu berhubungan dengan penyalahgunaan kewenangan maka apa yang diduga dilakukan pemohon tidak menyebabkan kerugian negara,” kata Hakim Sarpin saat membacakan putusan.

“Berdasarkan pertimbangan itu ternyata pemohon bukan subyek hukum tindak pidana korupsi yang menjadi kewenangan korupsi untuk melakukan penyelidikan, penyidikan atau penuntutan tindak pidana korupsi maka proses penyidikan yang dilakukan penyidik KPK terkait pidana penetapan tersangka tidak sah dan karenanya penetapan itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” ucap Sarpin.

Sejumlah anggota kepolisian yang saat itu mengawal jalannya persidangan pun bersorak gembira saat hakim mengabulkan gugatan praperadilan Budi Gunawan. Beberapa bahkan melakukan sujud syukur di halaman PN Jaksel.

4. Taufiqurahman

Bupati Nganjuk 2 periode, Taufiqurahman, bersyukur setelah menang di PN Jaksel melawan KPK. Dia menggugat KPK atas penetapannya sebagai tersangka untuk kasus korupsi sejumlah proyek di Kabupaten Nganjuk, pada 6 Desember 2016 lalu.

Proyek-proyek tersebut adalah pembangunan Jembatan Kedung Ingas, proyek rehabilitasi saluran Melilir Nganjuk, proyek perbaikan jalan Sukomoro sampai Kecubung, proyek rehabilitasi saluran Ganggang Malang, dan proyek pemeliharaan berkala Jalan Ngangkrek ke Blora di Kabupaten Nganjuk.

Ia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan Pasal 12 huruf b UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tentang penyalahgunaan wewenang dan penerimaan gratifikasi.

Dalam putusan praperadilan, Hakim Tunggal, Wayan Karya, memutuskan bahwa kasus yang menyeret nama Taufiqurahman di KPK telah diperkarakan sebelumnya oleh Kejaksaan Agung.

“KPK melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan objek dan subjek perkara yang sama,” kata Hakim Wayan Karya saat membacakan putusan 6 Maret lalu.

Setelah menguraikan pertimbangannya, hakim Wayan kemudian memerintahkan KPK untuk menyerahkan berkas dan penanganan perkara ini kepada Kejaksaan Agung.

“Penyidikan yang dilakukan termohon (KPK) harus dihentikan, atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut yang berkaitan dengan pemohon (Bupati Nganjuk), yang sifatnya merugikan pemohon harus dihentikan,” kata Wayan.

2 pekan lalu, pimpinan KPK menemui pihak Kejaksaan Agung untuk melimpahkan kasus mantan Bupati Nganjuk ini.

Sumber : kumparan. com

Editor: Johan