Muis dan Potret Buruk Kota Serang

1677
Abdul Muis, menyusuri pertokoan sebagai pemulung kecil, di sepanjang Jalan Diponegoro, Kota Serang, Senin (24/10/2016). FOto: Ari Kristianto
Abdul Muis, menyusuri pertokoan sebagai pemulung kecil, di sepanjang Jalan Diponegoro, Kota Serang, Senin (24/10/2016). FOto: Ari Kristianto

SERANG, (BidikBanten) – Beberapa dari kita, pasti pernah mendengar lantunan lagu “bawah tugu Pancoran” yang dipopulerkan penyanyi legendaris Iwan Fals.

Lagu tersebut, menceritakan perjuangan seorang anak bernama Budi, dalam upaya memperjuangkan kehidupannya.

Di Kota Serang, ternyata masih ada “budi-budi” yang memperjuangkan hak mereka untuk terus dapat melanjutkan hidupnya.

Adalah Abdul Muis, seorang anak dengan usia delapan tahun saat ditemui bidikbanten.com, Senin (24/10/2016) malam, masih berjalan membawa sebuah karung besar, untuk memulung sisa-sisa botol plastik, atau air mineral kemasan gelas.

Muis mengaku, hal tersebut dia lakukan (memulung, red) sudah dilakoni sejak dirinya berusia enam tahun, semata-mata guna membantu ayahnya yang sudah tidak dapat bekerja.

“Kalau mulung sudah dari dulu Om, dari saya umur enam tahun. Ini untuk menghidupi saya dan bapa, karena bapa sudah lumpuh,” kata Muis saat ditemui didepan pertokoan, di Jalan Diponegoro, Pocis, Kota Serang, Senin (24/10/2016).

Muis menyatakan, saat ini dirinya tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, seringkali berpindah-pindah, dikarenakan tidak sanggup membayar kontrakan atau sewa.

“Pindah-pindah aja om, karena ngga bisa ngontrak,” katanya.

Ironis rasanya, disaat pemimpin dan para pejabat yang seharusnya memperhatikan nasib Muis kecil, lebih memilih berdiam, bahkan terlihat acuh kepada nasib para orang kecil.

Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu…demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu, Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu..dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal..

(MG01)