Chandra Asri-Michelin Resmikan Kerja Sama Bangun Pabrik Karet Sintetis di Cilegon

1742

Joint Chandara

PT Chandra Asri Petrochemical Tbk dan Compagnie Financiere Michelin (Michelin) meresmikan kerja sama investasi kedua perusahaan untuk membangun pabrik karet sintetis di Kota Cilegon, Provinsi Banten.

“Kami sepakat untuk membangun pabrik karet sintetis (synthetic rubber) yang nantinya akan dikelola PT Synthetic Rubber Indonesia (SRI),” kata Presiden Direktur PT Chandra Asri Petrochemical (CAP), Erwin Ciputra di Jakarta, Selasa.

Peresmian kerja sama kedua perusahaan disaksikan Dubes Prancis untuk Indonesia Corinne Breuze dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar.

Corinne berharap kerja sama antarperusahaan itu akan memberi sumbangan positif bagi sektor otomotif di Indonesia, sekaligus memperat hubungan bisnis bagi keduanya.

Sedangkan Mahendra mengatakan, pemerintah akan memberikan dukungan bagi perusahaan tersebut sehingga rencana “start up” pabrik awal 2017 dapat terlaksana tepat waktu.

Lebih jauh Erwin mengatakan, peresmian kerja sama ini merupakan tindak lanjut perjanjian PT Petrokimia Butadiene Indonesia anak usaha CAP dengan Michelin yang ditandatangani Juni 2013.

Investasi untuk pembangunan pabrik PT Synthetic Rubber Indonesia diperkirakan sebesar 435 juta dolar AS komposisi kepemilikan saham dari perusahaan patungan tersebut, jelas Erwin, Michelin 55 persen dan PT Petrokimia Butadiene Indonesia 45 persen.

General Managing Partner dan CEO Group Michelin Jean Dominique Senard mengatakan, kerja sama ini menujukkan komitmen jangka panjang Michelin untuk Indonesia.

Jean mengatakan, Michelin dikenal sebagai perusahaan yang terus melakukan inovasi serta memproduksi produk ban ramah lingkungan.

Pabrik karet sintetis yang akan dibangun di Indonesia, jelas Jean, merupakan industri padat modal dan memiliki teknologi tinggi, sehingga membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keahlian.

“Seluruh pekerja di pabrik karet sintetis ini sebelumnya akan dilatih terlebih dahulu sehingga saat beroperasi nanti semua dapat berjalan dengan baik,” jelas Jean.

Jean mengatakan, terkait gejolak nilai tukar yang terjadi di sejumlah negara seharusnya bukan persoalan karena sifatnya jangka pendek apalagi pembangunan pabrik karet sintetis berjangka panjang.

Erwin Ciputra menambahkan, pembangunan pabrik dijadwalkan dimulai 2015, serta diharapkan selesai dan beroperasi pada awal 2017.

Selanjutnya PT Synthetic Rubber Indonesia akan memproduksi “polybutadiene rubber” dengan “neodymium catalyst” dan “solution styrene butadiene rubber” berkapasitas 120.000 ton merupakan bahan baku industri ban ramah lingkungan, jelas Erwin.

“Hal ini seiring tren pemakaian ban ramah lingkungan baik di Indonesia maupun dunia. Kehadiran PT Synthetic Rubber Indonesia diharapkan memberi kontribusi positif bagi ekonomi Indonesia dengan berkurangnya impor bahan baku, serta meningkatkan ekspor ban,” jelas Erwin.

Seluruh bahan baku pabrik karet sintetis ini berasal dari PT Petrokimia Butadiene Indonesia. Untuk mendapatkan butadiene, manajemen CAP akan meningkatkan produksi ethylene, propylene, py-gas, mixed C4, serta menambah produksi naphtha cracker.

Erwin juga mengungkapkan, pembangunan pabrik karet sintetis ini merupakan wujud CAP dan anak usaha dalam meningkatkan nilai tambah produk petrokimia serta mewujudkan industri petrokimia terintegrasi.

Mahendra lebih jauh mengatakan, Indonesia ke depannya membutuhkan industri padat modal, berteknologi tinggi, dan ramah lingkungan, berorientasi ekspor, serta memiliki nilai tambah.

Terkait hal itu, jelas Mahendra, pemerintah siap untuk memberikan dukungan guna mewujudkan industri tersebut dalam rangka merealisasikan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan.

(Yus/Ant)