Beragam kasus kekerasan atas nama pendidikan masih sering terjadi. Meski sejumlah lembaga pendidikan mulai melakukan perbaikan, berbagai kasus kekerasan di satuan pendidikan merupakan fakta yang tak dapat ditutup-tutupi.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan, apa pun justifikasinya, kekerasan berdampak pada penumpulan dan pelemahan kualitas anak Indonesia sebagai performa SDM masa depan.
“Kondisi ini jika dibiarkan, akan melemahkan bangsa dan negara,” katanya kepada wartawan, Minggu (24/7/2016).
Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2016, ujar Susanto, perlu menjadi momentum pemajuan perlindungan anak. Setidaknya ada enam pesan untuk para guru.
Pertama, pastikan proses pendidikan berlangsung dengan nyaman, menyenangkan dan membelajarkan untuk semua anak.
“Adanya anak yang lemah dan cerdas secara akademik, bukan berarti dimaknai sebagai takdir, namun karena proses pendidikan yang belum ‘membelajarkan’ semua anak sesuai dengan karakteristik dan gaya belajar masing-masing,” paparnya.
Kedua, Kembangkan model-model pendisiplinan positif dalam pendidikan. Susanto mengingatkan perlunya menumbuhkan kesadaran untuk disiplin, bukan disiplin karena takut mendapat hukuman.
Ketiga, pastikan anak tidak menjadi pelaku dan korban bullying di satuan pendidikan. Sejumlah penelitian melaporkan, anak menjadi korban bullying memiliki korelasi signifikan terhadap lemahnya prestasi belajar.
Keempat, pastikan tak ada buku yang berkonten kekerasan, sadisme, pornografi dan radikalisme, karena konten tersebut, berpotensi diimitasi oleh anak dan melemahkan kualitas pendidikan.
Kelima, pastikan lingkungan sekolah steril dari rokok dan zat adiktif. Karena sangat membahayakan bagi kesehatan anak. Dan keenam, pastikan anak mendapatkan literasi memanfaatkan internet secara sehat.
“Beragam kasus anak menjadi pelaku kekerasan bahkan kekerasan seksual, tampaknya sebagian dipengaruhi oleh lemahnya literasi internet pada anak,” pungkasnya.
(Ed/Okz)