Tidak Menerima Kekalahan, Dapat Mengundang Konflik

3981

Josep Minar

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang digelar secara serentak hanya tinggal menghitung bulan. Tepatnya, menurut rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada 9 Desember 2015 mendatang.

Kendati merupakan kegiatan pesta demokrasi, tetapi tidak sedikit yang merasa khawatir terjadinya konflik di daerah lantaran ketidak puasan peserta dan pendukungnya dalam pelaksanaan Pilkada.

“Bisa terjadi konflik di daerah karena berbagai hal. Seperti kecurangan baik yang dilakukan oknum petugas penyelenggara maupun calon kepala daerah, dan juga dari partai politik sebagai pendukungnya,” kata Josep Minar, SH., Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (DPW IPJI) Provinsi Banten, Selasa (7/4/2015), di Kota Cilegon.

Yang menjadi masalah, lanjut Josep Minar, pihak peserta baik calon kepala daerah maupun partai pendukungnya selalu tidak menerima kekalahan. Karena dalam pengamatannya selama ini sering terjadi konflik saat setelah KPUD memutuskan pemenangnya.

Untuk itu, lanjutnya, pihaknya akan mengikuti kegiatan Pilkada di kabupaten dan kota se Provinsi Banten. “Kami akan ikut ambil bagian untuk menjadi pemantau Pilkada. Kegiatan ini tidak saja tuntutan organisasi, tetapi juga masyarakat yang minta agar IPJI ikut memantau Pilkada,” ujar Josep Minar menerangkan.

Dalam pengakuannya, Josep Minar mengatakan bahwa IPJI dalam posisi netral atau tidak berpihak kepada para calon kepala daerah. Maka bila ada anggota yang menjadi tim sukses salah satu calon, itu merupakan pribadi dan tidak mengatasnamakan organisasi.

“Kami tidak melarang anggota IPJI untuk menjadi tim sukses salah satu calon kepala daerah, karena hak mereka sebagai warga. Tetapi IPJI tetap netral,” ujar Josep Minar.

Namun melihat perkembangan saat ini, Josep menyayangkan masih ada pihak pemerintah daerah yang belum siap dalam urusan anggaran Pilkada. Ini terjadi di beberapa kabupaten kota di wilayah Banten.

Masih dalam masalah potensi konflik. Josep mengimbau, agar pihak partai jangan mengambil kesempatan untuk mendapatkan dana dari para calon yang akan diusungnya. Ini sudah barang tentu menjadi biaya politik yang sangat tinggi.

“Jadi bila pendaftaran bakal calon sudah dikenakan biaya oleh partai, maka si calon pemimpin daerah menjadi biaya politiknya tinggi. Ini yang membuat sang calon berhitung untung rugi,” ujar Josep, yang menjelaskan hal ini sudah rahasia umum.

Akhirnya bila sudah menghitung untung rugi, lanjut Josep, maka muncul ketidak puasan si calon yang mengalami kekalahan. Dan yang lebih parah pihak tim suksesnya, tidak lagi menggunakan akal sehat, justru mendorong calonnya untuk mengambil langkah hukum.

“Lebih berbahaya lagi bila si calon yang kalah mengeluarkan pernyataan yang dapat membangkitkan amarah pemilihnya,” ujar Josep Minar.

Reportase: D. Martono