Efisiensi Anggaran Pemerintah Hantam Industri Pariwisata, Omzet Hotel Merosot Tajam

29

Jakarta – Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah pusat mulai berdampak besar pada industri pariwisata. Pemangkasan anggaran perjalanan dinas serta larangan rapat di luar kantor membuat sektor perhotelan, restoran, dan hiburan mengalami penurunan omzet yang signifikan.

Ketua Umum Asosiasi Pariwisata Nasional (Asparnas), Ngadiman Sudiaman, mengungkapkan bahwa kebijakan yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto telah memukul operasional bisnis perhotelan. “Dari Januari hingga Februari, rata-rata omzet turun hingga 30 persen dibandingkan tahun lalu. Maret biasanya lebih sepi lagi karena memasuki bulan puasa,” ujarnya di Jakarta, Minggu (9/3/2025).

Tak hanya itu, dampak efisiensi anggaran juga mulai memicu langkah pengurangan karyawan secara bertahap di beberapa hotel dan perusahaan wisata. Ngadiman menyebut, tingkat okupansi hotel anjlok hampir 20 persen, menyebabkan banyak pengusaha hotel, restoran, dan tempat hiburan kehilangan pemasukan. “Di beberapa daerah, banyak usaha sudah gulung tikar,” tambahnya.

Salah satu contoh nyata terjadi di Bali. Pada Desember 2024, destinasi wisata andalan Indonesia itu biasanya dipenuhi wisatawan, namun tahun lalu hunian hotel justru anjlok hingga 50 persen. “Ini bukan hanya dampak kebijakan efisiensi, tapi juga menandakan daya beli masyarakat dan jumlah turis global yang semakin menurun,” ujarnya.

Lebih jauh, penurunan okupansi hotel juga berdampak langsung pada pendapatan pajak daerah. Ngadiman khawatir, jika kondisi ini terus berlanjut tanpa solusi konkret dari pemerintah, industri perhotelan akan semakin terpuruk dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) tak terhindarkan. “Kami butuh solusi nyata agar industri ini tetap bisa bertahan,” tegasnya.

Seperti diketahui, Presiden Prabowo Subianto telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN 2025. Kebijakan ini memangkas anggaran perjalanan dinas pemerintah daerah (Pemda) hingga 50 persen. Secara keseluruhan, pemerintah menargetkan efisiensi sebesar Rp306,6 triliun, yang terdiri atas pemotongan belanja kementerian/lembaga senilai Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp50,5 triliun.

Sejauh ini, para pelaku industri pariwisata berharap ada kebijakan penyeimbang agar bisnis mereka tidak semakin terpuruk. Jika tidak, mereka khawatir sektor ini akan terus kehilangan tenaga kerja dan mengancam keberlangsungan ekonomi daerah yang bergantung pada pariwisata. (*/red)