Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali menghantam sektor manufaktur di Indonesia. Dua pabrik sepatu yang memproduksi untuk merek global Nike—PT Adis Dimension Footwear dan PT Victory Ching Luh Indonesia—telah memangkas ribuan karyawan mereka.
Kedua perusahaan yang berlokasi di Kabupaten Tangerang, Banten, ini terpaksa mengambil langkah tersebut akibat kondisi pasar yang tidak stabil dan menurunnya pesanan ekspor. PT Adis Dimension Footwear dilaporkan telah memberhentikan sekitar 1.500 pekerja, sementara PT Victory Ching Luh Indonesia mengurangi 2.000 tenaga kerja.
Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO), Yoseph Billie Dosiwoda, PHK ini merupakan keputusan sulit yang diambil oleh perusahaan setelah berbagai upaya dilakukan untuk bertahan. Ia mengungkapkan bahwa sejak akhir 2024, industri alas kaki telah menghadapi tantangan besar akibat penurunan permintaan global yang tidak seimbang dengan tingginya biaya produksi dan upah tenaga kerja.
“Kondisi ini sangat memprihatinkan. Para pelaku industri berusaha keras untuk mempertahankan bisnis mereka, namun situasi yang tidak menentu membuat keputusan PHK tak terelakkan,” ujarnya, Sabtu (8/3/2025).
Billie menegaskan bahwa kedua perusahaan telah memenuhi kewajiban mereka dengan memberikan kompensasi sesuai peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. Namun, kondisi ini tetap menjadi pukulan berat bagi para pekerja dan industri alas kaki secara keseluruhan.
Tantangan Industri dan Harapan untuk Pemerintah
Selain faktor permintaan yang lesu, tingginya upah sektoral dan upah minimum regional (UMR) turut membebani perusahaan. Billie menyebut bahwa perusahaan menghadapi dilema besar—di satu sisi, mereka harus membayar tenaga kerja dengan standar gaji yang tinggi, namun di sisi lain, pesanan yang terus menurun membuat operasional semakin sulit dipertahankan.
“Kami menerima banyak keluhan dari perusahaan anggota mengenai regulasi pengupahan yang terus meningkat. Ini menjadi beban tambahan di tengah kondisi pasar yang tidak menentu,” jelasnya.
APRISINDO berharap pemerintah, terutama Kementerian Tenaga Kerja dan Dinas Ketenagakerjaan, dapat mengambil langkah konkret untuk menciptakan kebijakan pengupahan yang lebih fleksibel dan berpihak pada keberlangsungan industri. Tanpa solusi yang tepat, dikhawatirkan gelombang PHK akan terus terjadi dan mengancam stabilitas ekonomi sektor manufaktur.
Meski ribuan pekerja telah terkena dampak, Billie memastikan bahwa hingga saat ini kedua perusahaan tersebut masih tetap beroperasi.
“Pabrik-pabrik ini belum tutup, mereka hanya menyesuaikan jumlah tenaga kerja agar tetap bisa bertahan di tengah tantangan yang ada,” pungkasnya.
Situasi ini menjadi peringatan bagi industri alas kaki di Indonesia. Jika tidak ada kebijakan yang mampu mengakomodasi kebutuhan pekerja dan pengusaha, bukan tidak mungkin lebih banyak perusahaan akan mengalami kesulitan serupa di masa depan. (*/-red 8)