Pemerintah Terbitkan PP Penghapusan Piutang Macet UMKM, KUR Tak Termasuk

86

Jakarta – Presiden Prabowo Subianto baru saja menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024, yang mengatur penghapusan piutang macet untuk sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kelautan, serta UMKM lainnya. Peraturan ini muncul setelah penantian panjang sejak Presiden Joko Widodo mengutarakan niat untuk menghapuskan kredit macet bagi UMKM melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).

PP 47/2024 ini diharapkan dapat memberikan angin segar bagi UMKM yang terjebak dalam utang yang sulit dilunasi, terutama yang berasal dari bank atau lembaga pembiayaan BUMN. Namun, program ini tidak berlaku untuk seluruh jenis kredit UMKM, melainkan hanya untuk kredit-kredit yang programnya sudah selesai, seperti Kredit Candak Kulak (KCK), Kredit Investasi Kecil (KIK), dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP).

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Sunarso menegaskan bahwa Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang masih aktif, tidak termasuk dalam kategori yang bisa dihapuskan berdasarkan PP ini. “KUR merupakan program yang masih berjalan, jadi tidak memenuhi syarat untuk pemutihan,” ujar Sunarso dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI pada November lalu.

Pendapat yang sama disampaikan oleh ekonom senior Ryan Kiryanto, yang menjelaskan bahwa KUR sudah dijamin oleh PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo). Jika terjadi gagal bayar, Askrindo dan Jamkrindo akan menanggung 70% dari nilai kredit, sehingga risiko yang ditanggung bank hanya sebesar 30%.

Sejak krisis moneter 1997-1998, pemerintah telah memberikan berbagai jenis kredit untuk sektor-sektor informal, termasuk sektor pertanian dan perikanan, dengan harapan dapat mendorong pemulihan ekonomi. Namun, banyak kredit yang akhirnya macet, sehingga menyebabkan sejumlah bank, terutama bank BUMN, enggan menghapuskan piutang karena khawatir melanggar aturan yang dapat dianggap merugikan keuangan negara.

Dampak Positif bagi UMKM

Bagi pelaku UMKM, PP 47/2024 merupakan harapan baru. Seorang pengusaha kecil di sektor perikanan, Siti Rahmawati, yang memiliki usaha budidaya ikan lele di Bekasi, mengungkapkan rasa optimisnya terhadap kebijakan ini. “Selama bertahun-tahun, kami terjebak dalam utang yang tak bisa kami bayar karena usaha sempat terhenti. Kalau kredit kami bisa dihapus, itu akan sangat membantu kami untuk bangkit dan kembali melanjutkan usaha,” ujar Siti.

Siti mengakui bahwa masalah utang yang menumpuk telah menghalangi akses mereka ke fasilitas kredit baru. “Kami merasa seperti terkungkung, sulit mendapatkan pinjaman lagi karena status kredit macet. Dengan adanya kebijakan ini, ada secercah harapan untuk memulai lagi,” tambahnya.

Namun, tidak semua pelaku UMKM merasa yakin kebijakan ini akan langsung berdampak positif. Taufik Hidayat, pengusaha kecil di sektor pertanian, menyebutkan bahwa meski kebijakan ini memberi angin segar, banyak yang masih khawatir tentang prosedur teknis dan peraturan turunan yang belum jelas. “Kami masih menunggu kepastian lebih lanjut tentang bagaimana mekanisme penghapusannya, dan apakah bank akan dengan mudah menerima ini,” kata Taufik.

Pentingnya Peraturan Turunan

Ryan Kiryanto menekankan bahwa meski PP 47 memberikan dasar hukum yang kuat, pelaksanaan yang jelas dan rinci sangat diperlukan. “Kami butuh peraturan turunan, seperti POJK, untuk menjelaskan langkah-langkah teknis yang lebih operasional. Tanpa itu, bisa terjadi kebingungan di lapangan, terutama bagi bank yang akan melakukan pemutihan,” ujar Ryan.

Dalam pandangan praktisi hukum Rio Febrianus Pasaribu, program KUR tidak termasuk dalam kategori pemutihan karena telah memiliki penjaminan dari Askrindo dan Jamkrindo. Rio juga menegaskan bahwa perubahan pencatatan kredit KUR menjadi non-KUR demi mengajukan pemutihan tidak bisa dilakukan begitu saja, mengingat setiap jenis kredit memiliki ketentuan dan risiko yang berbeda.

“Bank tidak boleh sembarangan mengubah status kredit, karena itu bisa menimbulkan masalah hukum, terutama terkait dengan pencatatan yang sudah disepakati sejak awal,” ujar Rio.

Harapan untuk UMKM Bangkit

Dengan diterbitkannya PP 47/2024, pemerintah berharap dapat membantu memperbaiki kondisi keuangan UMKM yang terdampak oleh krisis ekonomi dan memberi peluang bagi mereka untuk bangkit kembali. Meski demikian, implementasi yang jelas dan terperinci tetap diperlukan agar kebijakan ini dapat berjalan efektif dan memberi manfaat optimal bagi para pelaku UMKM.

“Jika peraturan ini bisa diterapkan dengan baik, akan ada banyak UMKM yang bisa kembali berdiri. Ini adalah kesempatan untuk memulai lagi, dan kami berharap ini benar-benar terjadi,” tutup Siti Rahmawati dengan harapan. (*/red)