Pembangunan Pabrik CAA-EDC yang Dianggap Kunci Pengganti Impor Terancam Tertunda karena Persetujuan Lingkungan Belum Terbit
Cilegon, — Ambisi PT Chandra Asri Alkali (CAA) untuk memperkuat sektor industri dalam negeri dan mendukung transformasi kendaraan listrik (EV) kini terhalang oleh persoalan perizinan lingkungan. Meskipun telah memenuhi seluruh persyaratan yang diminta, izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang merupakan syarat mutlak untuk memulai pembangunan pabrik belum juga diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Proyek pabrik CAA-EDC yang terletak di Cilegon ini, menurut rencana, akan menjadi fasilitas produksi bahan penolong untuk baterai kendaraan listrik dan bahan baku lainnya yang selama ini masih diimpor. Dengan begitu, proyek ini bukan hanya penting bagi industri dalam negeri, tetapi juga berpotensi mendongkrak ekspor dan mengurangi ketergantungan pada produk luar negeri. Pabrik ini diproyeksikan untuk menggantikan impor bahan penolong, sekaligus membuka peluang baru bagi pengembangan sektor industri strategis di Indonesia.
Meskipun PT Chandra Asri Alkali telah melakukan berbagai langkah untuk memenuhi kewajiban perizinan, termasuk melaksanakan sosialisasi yang melibatkan masyarakat setempat dari tingkat kelurahan hingga kecamatan, hingga kini izin Amdal dari KLHK masih belum terbit. Bahkan, meskipun proses persiapan lahan di kawasan PT Krakatau Chandra Energi telah dimulai, pembangunan pabrik yang sangat dinantikan ini harus tertunda.
“Kami sangat berharap dukungan dari masyarakat dan pihak terkait agar proyek ini dapat segera berjalan, memberikan manfaat berkelanjutan bagi sektor industri, dan menciptakan lapangan pekerjaan di Kota Cilegon,” ujar Chrysanthi Tarigan, Head of Corporate Communications Chandra Asri Group. Dia menegaskan bahwa, meskipun terkendala birokrasi, perusahaan tetap berkomitmen untuk mengikuti semua regulasi yang ada dan memastikan bahwa proyek ini dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Namun, ketidakjelasan waktu penerbitan Amdal dari pihak KLHK menambah ketidakpastian bagi proyek strategis ini. Proyek yang dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia, baik dalam hal pengurangan ketergantungan impor maupun penguatan sektor industri dalam negeri, kini terancam mengalami penundaan lebih lama lagi. Pemerintah, melalui kementerian terkait, harus segera memberikan kepastian hukum agar Indonesia dapat segera memanfaatkan potensi besar di sektor industri kendaraan listrik dan memperkuat daya saingnya di pasar global. Sebab, proyek ini bukan hanya soal investasi, tetapi juga masa depan industri yang berkelanjutan di Indonesia. (*/red)