Dirjen HAM Kecam BPIP Soal Aturan Paskibraka Lepas Jilbab

83

Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kementerian Hukum dan HAM, Dhahana Putra, mengkritik Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang mengeluarkan aturan yang menghilangkan opsi penggunaan jilbab atau hijab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka).

Menurut Dhahana, Surat Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 telah menimbulkan kecurigaan publik. “Aturan ini menyebabkan 7 Paskibraka putri memilih untuk melepas hijab secara sukarela, seperti yang terlihat pada pengukuhan mereka. Ini memunculkan pertanyaan dari masyarakat mengapa seragam Paskibraka tidak memperbolehkan penggunaan hijab,” ujar Dhahana dalam keterangan persnya, Kamis (15/8).

Dhahana mengungkapkan bahwa Ditjen HAM telah menerima banyak tanggapan terkait keputusan BPIP tersebut. Banyak pihak mempertanyakan alasan larangan jilbab untuk Paskibraka saat pengibaran bendera pusaka tahun ini di Ibu Kota Nusantara (IKN), padahal penggunaan jilbab tidak pernah menjadi masalah pada tahun-tahun sebelumnya.

“Hemat kami, kebijakan seperti ini harus dipertimbangkan dengan matang agar tidak menimbulkan asumsi negatif dari masyarakat terhadap pelaksanaan Pengibaran Bendera pada 17 Agustus mendatang,” kata Dhahana.

Dhahana meyakini bahwa pengenaan jilbab dalam upacara pengibaran bendera di IKN tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. “Sebaliknya, kehadiran Paskibraka yang mengenakan jilbab menunjukkan keberagaman atau semangat Bhineka Tunggal Ika yang merupakan filosofi kehidupan berbangsa kita,” tambahnya.

Ia juga menekankan bahwa penggunaan jilbab oleh anggota Paskibraka di tahun-tahun sebelumnya merupakan praktik baik penerapan hak asasi manusia (HAM) bagi perempuan di Indonesia, yang telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) sejak empat dekade lalu. “Sebagai negara pihak dalam CEDAW, pemerintah berkomitmen untuk menghapus praktik diskriminatif terhadap perempuan,” kata Dhahana.

Terakhir, Dhahana berharap BPIP akan merespons secara bijaksana polemik mengenai ketiadaan opsi jilbab bagi Paskibraka putri dan mempertimbangkan ulang aturan tersebut. “Kami yakin Kepala BPIP akan mendengarkan kekhawatiran publik dan menilai kembali keputusan ini,” tambahnya.

Keputusan BPIP ini menuai kritik tajam dari berbagai elemen masyarakat, termasuk politisi dan organisasi masyarakat seperti MUI dan Muhammadiyah.

Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, mengklaim bahwa penampilan Paskibraka yang tidak mengenakan jilbab saat pengukuhan dan bertugas adalah pilihan pribadi sesuai peraturan yang berlaku. Menurutnya, hal ini sudah disepakati dalam surat pernyataan kesediaan yang bermeterai Rp10.000.

Yudian menjelaskan bahwa penghilangan jilbab hanya berlaku saat pengukuhan Paskibraka dan upacara pengibaran bendera merah putih pada upacara kenegaraan. “BPIP menegaskan tidak ada pemaksaan untuk melepas jilbab; penampilan Paskibraka sesuai aturan adalah pilihan mereka dalam rangka mematuhi peraturan yang ada,” kata Yudian dalam konferensi pers, Rabu (14/8).

Sementara itu, Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono menyatakan bahwa BPIP tidak melaporkan kepada Istana terkait perintah agar Paskibraka putri melepas jilbab saat upacara pengukuhan di IKN, Kalimantan Timur, Selasa (13/8). “Saya tidak menerima laporan,” kata Heru di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (14/8).

Heru menambahkan bahwa jika ada laporan dari BPIP, Istana akan mempertimbangkan kebijakan agar Paskibraka putri tetap mengenakan jilbab seperti saat seleksi. Namun, ia menyebutkan bahwa BPIP telah berkoordinasi dengan Sekretariat Presiden Joko Widodo, dan hasilnya, Paskibraka putri harus tetap mengenakan jilbab sebagaimana saat mereka mendaftar. “Jadi, adik-adik putri harus memakai jilbab seperti saat mereka mendaftar,” kata Heru.

Editor: Suadilah