Rencana pemerintah untuk menghentikan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya lebih cepat tidak bisa dilakukan mendadak. Potensi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) saat ini belum memadai untuk menggantikan PLTU tersebut.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan bahwa jika PLTU Suralaya dihentikan, Pulau Jawa akan kekurangan pasokan listrik dari sumber EBT, karena potensi EBT di wilayah tersebut masih rendah.
“Potensi energi baru di Jawa tidak cukup untuk menggantikan PLTU,” ujar Arifin setelah acara di Jakarta, Rabu (14/8/2024).
Oleh karena itu, diperlukan pembangunan jaringan transmisi listrik dari Jawa ke Sumatera sebelum PLTU Suralaya bisa dihentikan lebih cepat. Tanpa infrastruktur ini, energi bersih tidak dapat masuk.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sedang mempertimbangkan pensiun dini PLTU Suralaya sebagai upaya mengurangi polusi di Jakarta. PLTU Suralaya telah beroperasi lebih dari 40 tahun dan berkontribusi besar terhadap polusi udara.
Pemerintah juga akan mempercepat penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) dan bahan bakar minyak rendah sulfur, karena biaya pengobatan akibat polusi mencapai Rp 38 triliun.
Kementerian ESDM menyebutkan ada 13 unit PLTU yang berpotensi dihentikan lebih awal, dengan beberapa unit akan mati otomatis pada 2030. Namun, pensiun dini memerlukan kompensasi finansial, seperti yang dijelaskan oleh Direktur Jenderal EBTKE Eniya Listiani Dewi.
(Editor Hans Jo)