Asisten Daerah II Kota Cilegon, Tubagus Dikrie Maulawardhana, didakwa melakukan korupsi pembangunan Pasar Grogol senilai Rp 2 miliar. Pasar tersebut gagal dibangun karena berdiri di tanah swasta dan pembangunan yang tak tuntas.
Dikrie didakwa melakukan korupsi bersama dengan terdakwa lain yaitu Bagus Ardanto sebagai PNS dan Septer Edward Sihol sebagai kontraktor CV Edo Putra Pratama. Pembangunan pasar Grogol dilakukan pada 2018 saat terdakwa Dikrie menjabat sebagai Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian.
Dalam dakwaannya, JPU Achmad Afriansyah mengatakan pada 2018 terdakwa mengajukan proposal pembangunan tiga pasar ke Kementerian Perdagangan yang dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) melalui APBN. Proposal nilainya mencapai Rp 20 miliar. Salah satunya Pasar Grogol di Kelurahan Rawa Arum.
Kementerian lalu menyetujui proposal itu dan memberikan Rp 4,5 miliar. Output dari DAK itu adalah pembangunan 4 pasar.
“Adapun pembangunan Pasar Grogol mendapatkan alokasi Rp 2 miliar,” kata JPU Achmad di Pengadilan Tipikor Serang, Senin (25/9/2023).
Dikrie kemudian menunjuk Bagus Ardianto sebagai PPK dalam pembangunan Pasar Grogol. Selain itu, ditunjuk perusahaan konsultan untuk melakukan perencanaan. Di situ, lokasi pasar yang tadinya di Rawa Arum dipindah ke Perumahan Argabaja. Padahal, lokasi sendiri semestinya berada di tanah milik negara, dalam hal ini Pemkot Cilegon.
Pemkot lalu mengadakan lelang dengan diikuti 31 perusahaan. Namun hanya 3 perusahaan yang lolos kualifikasi dan dimenangkan oleh CV Edo Putra Pratama. CV ini adalah milik orang lain tapi digunakan oleh terdakwa Septer.
Terdakwa Septer lalu kembali mengubah lokasi Pasar Grogol dari Rawa Arum ke perumahan Puri Krakatau Hijau. Digunakan ruang terbuka hijau milik perumahan itu sebagai lokasi pembangunan pasar sepengetahuan dari para terdakwa.
“Terdakwa sebagai PA dan Bagus sebagai PPK mengetahui pelanggaran yang dilakukan oleh Septer namun justru membiarkan,” ujar jaksa.
Dinas juga kata jaksa melakukan pembayaran sebanyak dua termin. Masing-masing 30 persen sebagai uang muka dan 60 persen untuk pembayaran kedua. Padahal hasil pekerjaan belum terpenuhi.
“Terdakwa selaku PA tidak mencegah terjadinya kerugian penggunaan DAK dalam pembangunan pasar rakyat Grogol,” ujarnya.
Bahkan bangunan pasar yang dibangun juga tidak bisa digunakan. Termasuk ada kerusakan bangunan pasar. Berdasarkan audit dari Inspektorat Banten, terjadi kerugian negara dari pembangunan ini yang nilainya Rp 966 juta.
“Pekerjaan konstruksi tidak dilaksanakan sesuai rencana maupun kualitas hasil pekerjaan,” ujarnya.
Perbuatan para terdakwa ini sebagaimana diancam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Ketiga terdakwa mengajukan eksepsi atas dakwaan yang dibacakan penuntut umum.