Pakar hukum tata negara Fachri Bachmid mengatakan putusan tunda Pemilu 2024 oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berbahaya bagi konstitusi. Sebab, menurut dia, perintah menunda pemilu tersebut bisa menciptakan kekacauan ketatanegaraan.
Fachri mengatakan putusan hakim untuk menunda pelaksanaan pemilu 2024 merupakan perbuatan melampaui kewenangan. “Sehingga konsekuensi yuridisnya dari status putusan yang demikian ini adalah bersifat null and void sehingga tidak dapat dieksekusi,” kata Fachri dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 3 Maret 2023.
Fachri menjelaskan berdasarkan regulasi yang berlaku, penyelesaian sengketa pemilu terbagi menjadi dua bingkai penegakan hukum. Dua dimensi tersebut, kata dia, adalah pelanggaran dan sengketa.
“Hal tersebut menjadi penting untuk melindungi kesisteman kerangka hukum pemilu,” ujar dia.
Fachri melanjutkan dalam undang-undang pelanggaran pemilu sendiri dibagi lagi menjadi tiga. Pelanggaran tersebut, kata dia, adalah pelanggaran administratif, etik, dan pidana.
“Sementara itu, untuk sengketa terbagi menjadi sengketa proses dan sengketa hasil,” kata pengajar Universitas Muslim Indonesia tersebut.
Fachri mengatakan dalam regulasi yang berlaku, UU Pemilu telah memberikan masing-masing lembaga otoritasnya dalam penyelenggaraan pemilu. “Penyelesaian sengketa proses pemilu merupakan kewenangan dari Bawaslu dan PTUN, sebagaimana diatur dalam ketentuan norma Pasal 467 dan Pasal 470,” ujar dia.
Sehingga, Fachri menilai perkara Partai Prima dan KPU RI tersebut merupakan kewenangan PTUN untuk memutuskan. Sebab, menurut dia, berdasarkan karakternya, konflik Partai Prima dan KPU RI tersebut jenisnya adalah sengketa.
“Sehingga hemat saya, putusan ini dapat dikualifisir sebagai never existed oleh karena hakim mengokupasi kewenangan kekuasaan lembaga peradilan lain,” kata dia.
PN Jakarta Pusat sebelumnya mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU karena merasa dirugikan karena tidak lolos hasil administrasi Pemilu.
“Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari,” seperti dikutip dari salinan putusan, Kamis, 2 Maret 2023.
Sementara itu, KPU akan menempuh upaya hukum banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut. Komisioner KPU Idham Holik menyatakan dengan tegas pihaknya menolak putusan PN Jakpus.
“KPU RI akan banding atas putusan PN tersebut. KPU tegas menolak putusan PN tersebut dan ajukan banding,” kata Idham saat dihubungi, Kamis, 2 Maret 2023.