Soal Mafia Beras, KKRP: Cari Aktor Besarnya 

438

images (1)

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah menanggapi penangkapan tujuh tersangka dalam kasus pengoplosan dan pengemasan ulang (re-packaging) beras Bulog oleh Satgas Pangan Polda Banten. Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menyebut tersangka itu adalah pedagang atau distributor.

Said tak menampik adanya faktor penguasaan beras oleh pedagang atau yang kerap disebut sebagai mafia beras. Menurutnya, Satgas Pangan Polri seharusnya melakukan inspeksi mendadak atau sidak ke penggilingan atau perusahaan besar.

“Tentu saja yang harus dicari adalah aktor besarnya,” tutur Said, Senin, 13 Februari 2023.

Ia menuturkan jumlah penggilingan atau perusahaan beras yang besar di Jawa hanya sedikit, sehingga otoritas tak sulit melakukan inspeksi. Di beberapa tempat, menurutnya, memang mudah ditemukan modus pengoplosan dan pengemasan ulang.

Menurut Said, wajar adanya kecurigaan atas adanya mafia beras sebagai penyebab harga komoditas ini yang tak kunjung melandai. Sebab, pedagang memiliki stok beras Bulog yang laku dijual dengan harga di atas ketentuan atau dengan harga beras premium.

Karena itu, ia berharap Satgas Pangan Polri memperkuat pengawasan terhadap proses distribusi beras milik negara. Menurut Said, apabila memang betul ada indikasi pengoplosan maupun pengemasan beras Bulog, maka harus dilakukan penyelidikan lebih jauh.

Tetapi di sisi lain, ia menjelaskan kenaikan harga beras bukan semata-mata karena keberadaan mafia. Ia menilai harga komoditas itu terus melambung lantaran kesalahan Perum Bulog pada 2022 lalu. Pada 2022, Bulog hanya menyerap sedikit hasil panen petani untuk cadangan beras pemerintah atau CBP.

Alhasil, cadangan di gudang Bulog menipis di bawah batas aman, yakni 1,5 juta ton. “Walaupun produksi saat itu sedang meningkat. Namun Bulog kalah sama pedagang dan Penggilingan atau pengusaha besar,” ujarnya.

Sehingga, hasil panen petani dikuasai oleh pengusaha besar tersebut. Terlebih, menurutnya, pada kuarter terakhir 2022 sudah tidak terjadi panen lagi. Di sisi lain, beras impor yang masuk terbatas dan dinilai terlambat. Akibatnya, Bulog tidak punya kekuatan untuk mengguyur pasar dalam jumlah banyak.

“Jadi karena itu harga tidak langsung turun,” ucapnya.