Tujuh pengoplos beras Bulog yang ditangkap Polda Banten mendapat keuntungan sebesar Rp3.700 per kg untuk 350 ton beras Bulog yang mereka campur. Beras oplosan itu lalu dikemas dengan merek lain seperti Rojo Lele, Badak dan lainnya.
Jika ditotal, mereka mengantongi Rp1,29 miliar keuntungan hasil mengoplos beras. Beras Bulog yang berkualitas premium dibeli Rp8.300 per kg, lalu dijual Rp12 ribu per kg. Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) menduga para pengusaha itu membeli beras saat operasi pasar.
“Beras Bulog mereka beli Rp8.300 (per kg), langsung diganti bajunya. Dia jual dengan pasar premium yang rata-rata Rp12 ribu,” kata Buwas di Polda Banten, Jumat (10/2).
Bulog menyerahkan seluruh proses penyidikan ke Polda Banten dalam mengusut tuntas kasus penyelewengan beras subsidi oleh para mafia.
Buwas bahkan mencurigai beras oplosan Bulog juga diselundupkan ke luar negeri. Jika benar, ini akan semakin mempersulit masyarakat yang membutuhkan beras.
“Negara ini berusaha memenuhi kebutuhan masyarakatnya, tapi ada oknum yang memanfaatkan, oknum pengusaha, beras ini justeru akan dikeluarkan dari Indonesia. Nanti yang akan mendalami dari pihak kepolisian,” imbuhnya.
Menurut Buwas, Bulog telah mengimpor 500 ribu ton beras dari berbagai negara dan sudah di sebar ke 12 provinsi di Indonesia untuk menurunkan harganya. Namun, operasi pasar Bulog dimanfaatkan pengusaha nakal untuk meraih keuntungan berlipat dan menyengsarakan masyarakat.
Ia berharap pemerintah daerah menyiapkan peraturan untuk mengatur penyaluran dan harga beras, sehingga tidak ada penyelewengan beras subsidi.
“Saya juga bicara dengan Pj Gubernur (Banten), dari pelajaran ini kita harus mulai mengatur bagaimana melakukan pengawasan secara menyeluruh kedepan, kalau tidak ini akan terus berulang,” jelasnya.
(yandhi/net)