Kepala biro Multimedia Divisi Humas Polri, Brigjen. Pol. Drs. H. Budi Setiawan, M.M., menjadi pembicara pada acara Lokakarya Divisi Hukum Polri dengan tema Optimalisasi Memerangi Berita Bohong (Hoax) di Media Sosial yang diselenggarakan di The Falatehan Hotel, Jakarta Selatan, Kamis (21/11).
Dalam kegiatan yang turut dihadiri oleh Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Republik Indonesia, Ferdinandus Setu, S.H., M.H., tersebut Karo Multimedia Divisi Humas Polri memaparkan tentang Pengaruh Berita Bohong (HOAX) terhadap Kamtibmas.
Menurut Karo Multimedia, Stabilitas Keamanan dan Ketertiban Masyarakat di era keterbukaan informasi seperti sekarang ini mudah sekali terganggu oleh beredarnya HOAX atau berita bohong.
“Teknologi informasi memungkinkan masyarakat berperan sebagai penerima berita bisa sekaligus berperan sebagai penerus atau bahkan produsen berita, padahal literasi (pemahaman) tentang pengelolaan informasi sangat minim” Terangnya.
Sehingga masyarakat, lanjutnya, mudah percaya dan memviralkan berita-berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga mempengaruhi cara pandang dan sikap terhadap dinamika kehidupan di masyarakat.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Provetic Indonesia, sebuah lembaga riset dan konsultan strategi, menyebutkan jenis hoax yang paling sering diterima adalah masalah sosial politik, yaitu sekitar 91,8 %, masalah SARA sebanyak 88,6 %, kesehatan 41,2 %, makanan dan minuman 32,6 %, penipuan keuangan 24,5 %, iptek 23 ,7 %, berita duka 18,8 %, candaan 17,6 %, bencana alam 10,3 % dan lalu lintas 4 %.
Sementara itu, riset DailySocial.id menyatakan ada tiga aplikasi media sosial yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan hoax, yaitu Facebook sebesar 82,25 %, WhatsApp 56,55 %, dan Instagram sebesar 29,48 %.Temuan lain, masih banyak orang Indonesia yang tidak dapat mencerna informasi dengan sepenuhnya dan benar, tetapi memiliki keinginan kuat untuk segera membagikannya dengan orang lain, riset ini juga mencatat sebanyak 44,19 % responden mengaku tidak yakin mereka punya kepiawaian dalam mendeteksi berita hoax.
Untuk jumlah pengguna, riset Wearesosial Hootsuite yang dirilis Januari 2019 pengguna media sosial di Indonesia mencapai 150 juta atau sebesar 56% dari total populasi. Jumlah tersebut naik 20% dari survei sebelumnya. Sementara pengguna media sosial mobile (gadget) mencapai 130 juta atau sekitar 48% dari populasi.
Data-data tersebut di atas mengindikasikan betapa kuat pengaruh HOAX pada perilaku masyarakat, dalam lingkup harkamtibmas, sebaran konten HOAX terkait politik dan SARA menduduki peringkat tertinggi adalah ancaman terbesar bagi stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat.
Produksi HOAX politik dan SARA memiliki target menciptakan ketakutan, kebencian, mengandung provokasi dan hasutan untuk membenci aparat keamanan dan pemerintah pada umumnya. Sehingga masyarakat yang terpapar HOAX mudah digerakkan untuk melakukan aksi-aksi anarkis melawan hukum.
Beberapa contoh dapat kita lihat, misalnya aksi anak-anak SMK pada saat demo anarkis yang digerakkan melalui medsos dan tagar #STMMelawan. Demo politik berulang-ulang bernuansa SARA ketika pilpres 2019 kemaren juga digerakkan HOAX. Rusuh Papua juga dipicu sebaran HOAX yang kemudian menggerakkan aksi masyarakat untuk merusak dan membunuh.
“Masyarakat yang terus menerus terpapar HOAX, percaya dan menyebarkannya akan kehilangan kemampuan untuk cross check terhadap informasi yang dia terima. Terus menerus dia hanya mau menerima dan membenarkan informasi yang dia inginkan, maka upaya pemerintah memerangi HOAX pasca pelantikan Presiden dan tersusunnya Kabinet, adalah momentum kita semua menjaga NKRI dari ancaman HOAX yang nyata-nyata berpengaruh buruk bagi stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat”. Paparnya. (Rls)