Soal Temuan BPK Rp 387,5 juta,  Bupati Serang Dinilai Hanya Untungkan Segelintir Orang 

4323

IMG-20190808-WA0044

BIDIK, SERANG – Anggaran tahun 2018 senilai Rp387,5 juta untuk jasa staf khusus Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah yang jadi temuan BPK RI, mendapat kritik pedas dari sejumlah pihak.

Pasalnya, realisasi pembayaran honor untuk staf khusus ditetapkan Rp12,5 juta per bulan untuk setiap personel dan terealisasi Rp387,5 juta ini, dianggap sebagai suatu pemborosan keuangan daerah.

Caleg DPRD Kabupaten Serang Terpilih dari Partai Gerindra, Yadi Mulyadi ikut memberikan tanggapannya atas persoalan tersebut. Yadi menilai, temuan BPK yang menyatakan pengangkatan staf khusus Bupati Serang menyalahi peraturan perundang-undangan, menunjukkan lemahnya komitmen Bupati terhadap good government.

“Itu sama saja tidak menjalankan prinsip good government dalam tata kelola pemerintahan. Ini kesengajaan Bupati atau ketidaktahuan?” ucap Yadi Mulyadi dalam siaran pers, Kamis (8/8/2019).

Dikatakan Yadi, setiap kepala daerah harus memahami aturan, agar jangan sampai melakukan pengangkatan penjabat hanya berdasarkan kepentingan maupun kedekatan semata.

“Karena itu bisa kita cek ke sana, apakah pengangkatannya (staf khusus Bupati Serang) sudah jelas berdasarkan hukum yang berlaku. Kan pembentukan organisasi pemerintahan itu dilandasi PP nomor 41 tahun 2007, kalau nggak masuk PP, ya nggak bisa, ini sama saja penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi atau kelompok,” jelas Yadi.

Lebih lanjut, Dia menuturkan bahwa staf khusus Bupati Serang yang honornya dari APBD ini, dianggap sebagai pemborosan keuangan daerah. Pasalnya, tugas dan fungsinya tumpang tindih dengan pejabat pemerintah yang ada.

“Pemerintah daerah kan sudah mempunyai birokrat pegawai negeri sipil (PNS) yang merupakan staf ahli. Maka, adanya staf khusus di luar PNS itu selalu menimbulkan pemborosan,” terangnya.

Yadi juga mengaku heran Kabupaten Serang pada bulan Mei 2019 lalu baru saja meraih predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) untuk kedelapan kalinya secara berturut-turut. Sehingga adanya temuan BPK ini, sambung Yadi, telah menodai prestasi yang sudah diraih.

Yadi menambahkan, penganggaran dan honorarium untuk empat staf khusus yang terealisasi sebesar Rp387,5 juta mencerminkan sikap pemimpin yang tidak punya visi dalam kepemimpinan. Karena menggunakan APBD hanya demi kepentingan sekelompok orang saja.

“Bukannya menggunakan APBD untuk kepentingan masyarakat, malah melakukan pemborosan APBD untuk menggaji orang-orang yang tidak jelas kontribusinya. Uang ratusan juta menguap dan menguntungkan segelintir orang saja, tanpa aturan jelas,” tegas Yadi.

“Bahkan infonya, tidak ada pengembalian dana ke kas daerah setelah dinilai BPK bahwa itu tidak sesuai aturan. Ini bisa diduga masuk pada delik korupsi,” imbuhnya.

Yadi berharap, hal tersebut jadi pembelajaran bagi setiap Kepala Daerah, khususnya di Banten. Karena itu, Yadi mendorong agar DPRD Kabupaten Serang membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket. Hak angket DPRD ini juga akan mendalami dan menelusuri sejumlah temuan lainnya dalam LHP BPK.

“Padahal berdasarkan apa yang disampaikan BPK kemarin, di Perbup Serang nomor 74 tahun 2018 itu tidak mengatur dan mencatumkan staf khusus. Tentu ini harus ditelusuri dan didalami, kenapa pelanggaran ini terjadi dan apa konsekuensinya untuk kepala daerah? Karena saya belum dilantik, saat ini hanya bisa mendorong agar fraksi-fraksi di dewan mengusulkan hak angket,” tegas Yadi.

“Semoga kedepan jadi pelajaran, ini penting, karena mencerminkan efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran daerah,” pungkasnya. (***)