JAKARTA – Pemprov DKI Jakarta melalui Pergub nomor 185 tahun 2017 mewajibkan pasangan yang belum menikah menjalani konseling dan tes kesehatan. Setelah menjalani program tersebut, pasangan yang hendak menikah akan memperoleh Sertifikat Layak Kawin.
Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan Bagi Calon Pengantin dilakukan di puskesmas dan menjadi syarat untuk mengurus pengantar menikah dari kelurahan.
Peraturan ini bertujuan untuk mencegah berbagai masalah kesehatan dan dilaksanakan bekerja sama dengan KUA (Kantor Urusan Agama). Bila ditemukan ada penyakit atau risiko penularan, maka bisa diatasi sejak dini.
Peraturan tersebut sudah diwajibkan sejak Januari tahun 2018 lalu. Mantan Plt Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Khafifah Any mengatakan peraturan itu sudah sejak lama.
Any mengakui bahwa program ini sangat baik dijalankan karena setiap anak yang dilahirkan bisa menjadi generasi penerus yang sehat dengan berawal dari kedua orang tuanya.
“Sekarang gini, tidak semua orang mau disuruh check up rutin kan, padahal udah gratis. Ada yang nggak mau cek karena takut ketahuan sakitnya, kan bisa diobati ya,” jelasnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai kebijakan tersebut harus dikaji lagi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
“Menanggapi berkenaan dengan sertifikasi, ide awalnya bagus tetapi harus lebih jeli. Pertama, setiap orang menikah itu punya anak dan syarat sahnya menikah itu juga tak harus mampu untuk melahirkan. Syarat sahnya nikah, laki-perempuan mampu menjalankan hubungan sebagai suami-istri,” kata Ketua Dewan Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammad Cholil Nafis, Sabtu (12/1).
Cholil melihatnya kebijakan tersebut tak perlu dikaitkan ke kondisi anak. Sebab, menurutnya, pernikahan yang sah juga tak mewajibkan memiliki anak.
Cholil menyarankan agar kebijakan tersebut dilihat kembali efektivitasnya ke masyarakat. Sebab, apabila tidak mengikat masyarakat, peraturan yang dikeluarkan Anies hanya sia-sia.
“Kedua adalah konsistensinya bagaimana aturan itu efektif, sekiranya aturan tidak bisa efektif, tidak bisa dijalankan masyarakat, tak mengikat pada masyarakat, maka peraturan itu hanya sia sia. Ketiga peraturan harus berdasarkan kebutuhan publik, mengatur demi kesempurnaan,” paparnya.(john/b)