Pemerintah Provinsi Banten menegaskan setiap pabrik petrokimia di kawasan industri Cilegon siap menghadapi masa darurat. Hal ini menyusul bencana tsunami di Selat Sunda akibat longsor Gunung Anak Krakatau yang erupsi pada Sabtu (22/12) malam lalu.
Pemprov Banten mengklaim memiliki tiga tingkat standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku dalam kondisi bencana alam yakni SOP level pabrik, SOP level zona industri, dan SOP level antarzona.
Kepala Dinas Industri dan Perdagangan Banten, Babar Suharso mengatakan, dari ketiga level itu, hanya dua SOP yang sudah rampung, yakni SOP level pabrik dan level zona industri.
“Sejak 2015 sudah terbentuk emergency response team. Ada tiga klaster di Ciwandan, Cilegon, dan Merak yang mana beroperasi pabrik kimia. Masing-masing pabrik punya SOP, masing-masing zona punya SOP,” ujar Babar, Jumat (28/12).
SOP yang berlaku itu meliputi cara penanganan pabrik dan zona industri menghadapi kondisi darurat seperti tsunami dan gempa bumi. Ketika kondisi itu terjadi, pabrik-pabrik kimia ini harus berhenti beroperasi dalam hitungan menit.
Untuk gempa bumi, SOP tersebut sudah mengantisipasi hingga skala getaran magnitudo skala 8,5. Bahkan sebuah ‘tsunami drill’ pernah diselenggarakan di Cilegon beberapa tahun silam.
Hanya saja, kondisi yang dihadapi Pemprov Banten dan pelaku industri kimia di sana tidak semudah itu. Babar menjelaskan bahwa erupsi Gunung Anak Krakatau belum masuk dalam skenario penanganan bencana di Kota Cilegon. Padahal di saat bersamaan, mereka juga belum menemui jalan keluar untuk menyelesaikan SOP antarzona.
Perkara SOP antarzona ini, Babar menyebut masih ada kebingungan dari pemangku kepentingan untuk berperan sebagai koordinator penanganan bencana. Pemprov mengakui masih memerlukan peran pemerintah pusat menyusul potensi bahaya yang begitu besar dalam bencana yang melibatkan kimia.
“Kalau pandangan kami dan kawan-kawan industri harus pemerintah pusat karena kalau industri Kota Cilegon kontribusinya besar ke nasional,” imbuh Babar.
Gunung Anak Krakatau.
|
Babar merasa perangkat daerah atau provinsi tak akan mampu menanggulangi potensi bencana kimiawi. Ia mengakui potensi bahaya bencana kimia sangat destruktif dan memakan waktu lama jika tak diantisipasi dengan baik.
Menurut Babar, setidaknya Banten butuh bantuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), hingga Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam merumuskan SOP antar zona di Cilegon.
“Karena di sini menyangkut bencana yang spesifik, harus ada peran pemerintah pusat karena dampaknya luas dan makan waktu panjang jadi penanganannya harus komprehensif,” pungkas Babar.
Langkah cepat pun sudah diambil oleh Pemerintah Kota Cilegon. Babar mengatakan Wali Kota Cilegon pada Kamis (27/12) sudah bertemu dengan pemilik pabrik untuk mengantisipasi kondisi Gunung Anak Krakatau.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Bidang Aplikasi Informatika dan Komunikasi Banten, Amal Herawan Budhi memastikan industri di Kota Cilegon masih beroperasi normal di tengah masa darurat bencana di Banten. Amal juga menyebut aktivitas warga di sekitar sana berlangsung.
“Untuk Cilegon, industri masih tetap berjalan dan masyarakat masih menjalani rutinitasnya seperti biasa,” ucapnya.
Gubernur Banten, Wahidin Halim sebelumnya sudah mengeluarkan imbauan kepada warganya agar menghindari aktivitas di radius 1 kilometer dari bibir pantai. Sementara sejumlah pabrik di Cilegon diketahui bertempat tak jauh dari pantai.
Mengenai hal ini, Amal berkata pihaknya sudah meminta para pengusaha untuk mengambil langkah yang diperlukan saat kondisi darurat tanpa menunggu imbauan dari pemerintah. (bin/osc)