Bidik Banten – Tahun keempat paska diberlakukan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan bergulirnya kebijakan Dana Desa oleh pemerintah, ternyata menuai banyak penyelewengan di lapangan.
Hal tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Komite I DPD RI mengenai Evaluasi UU Desa dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Bappenas, Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, Kepolisian Republik Indonesia, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta KPK, di DPD RI, Selasa (5/9-2017).
Ketua Komite I Akhmad Muqowam menyatakan bahwa ini menjadi alarm bahaya bagi desa, dan akan menimbulkan ketidakpercayaan kepada desa bahwa mereka tidak mampu mengelola dana desa.
Menurut Muqowam yang perlu diluruskan adalah persoalan regulasi dana desa saat ini, regulasi tersebut harus menjadikan desa sebagai subjek pembangunan.
“Saya menilai dalam tiga empat tahun berjalannya UU tentang Desa ini antara regulasi dan kelembagaan belum mengalir betul, dan desa seperti mempunyai beban dengan apa yang diperintahkan UU tersebut, satu sisi UU tersebut dibuat untuk membangun desa tapi para Kepala Desa takut mengimplementasikan karena takut salah dalam pengelolaan dana desa,” jelas Muqowam.
Masih menurut Senator Jawa Tengah tersebut diperlukan adanya pembinaan kepada desa dan sinkronisasi. Komite I meminta Kementerian dan Lembaga terkait saling instropeksi dan melihat fakta implementasi di lapangan.
“Saat ini kementerian selalu membeberkan data-data yang menarik kepada Komite I tentang dana desa, tetapi fakta di lapangan tidak begitu, meskipun ada satgas pengawas dana desa nyatanya di lapangan para kepala desa banyak ditekan menggunakan dana desa sehingga penggunaan tidak tepat dan akhirnya malah ditangkap,” lanjutnya.
Taufik Madjid Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Manusia Kementerian Desa dan PDTT, memaparkan pendampingan secara struktural dan profesional kepada 74.910 desa dengan tenaga ahli sebanyak 40.142 orang. Sampai saat ini pendistribusian dana desa selalu meningkat dari tahun 2015 sebanyak 20,7 Triliiun, tahun 2016 menjadi 46,9 Triliun, dan tahun 2017 naik signifikan menjadi 60 Triliun yang didistribusikan ke 74910 desa.
“Filosofi dana desa meningkatkan kesejahteraan, ketimpangan kemiskinan, dana desa saat ini diprioritaskan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa, untuk pengawasan besama Kemendagri, KPK, Kemenkeu mewajibkan bagi desa mengumumkan di tempat-tempat umum besaran APBDes dan digunakan untuk apa saja, sehingga akses bagi warga desa menjadi pengawas penggunanan dana desa,” jelasnya.
Irjen Pol Ari Dono Sukmanto Kabareskrim Polri menejlaskan dalam RDP tersebut bahwa dalam penegakan hukum sudah menyiapkan 2.700 orang penyidik untuk penanganan korupsi di daerah dan semenjak adanya kebijakan Operasi Tangkap Tangan(OTT) sudah tertangkap 215 kepala desa masuk penjara saat ini.
“Hal ini patut disayangkan, kami tidak ingin para kepala desa semua ditangkap dan dipenjara. Perlu pembinaan dari pihak-pihak terkait agar dalam pengelolaan dana desa menjadi tepat sasaran,” tegasnya.