Bidik Banten – Pegiat hak asasi manusia memperingatkan bahwa pemusnahan etnis Rohingya di Myanmar diperparah oleh upaya pengambilan banyak tanah demi perkembangan ekonomi di sekitar pipa minyak Shwe. Pipa minyak Shwe, yang ironisnya berarti emas di Burma dibuka akhir tahun 2013. Pipa ini memungkinkan minyak dari negara-negara Teluk dan Afrika dipompa ke Cina.
Pipa ini juga mengirim gas dari lepas pantai Arakan ke barat daya Cina. Tahun 2012 lalu ada dua tragedi kekerasan terhadap etnis Rohingya di Arakan, termasuk pelabuhan strategis Sittwe, yang merupakan awal dari jaringan pipa di pantai Myanmar.
Ada laporan militer Myanmar terlibat dalam pembersihan etnis. Banktrack berulang kali meminta bank internasional seperti Barclays dan Royal Bank of Scotland untuk menghentikan pembiayaan pipa atau perusahaan yang terlibat di dalamnya, sampai perlindungan hak masyarakat di sepanjang rute dapat dijamin, namun hal ini tidak terjadi.
Seperti dilansir Oil Change International, beberapa tahun lalu aktivis HAM berbasis di Inggris Jamila Hanan sekaligus pendiri Save The Rohingya memperingatkan ada kaitan antara pengembangan minyak dan pemusnahan etnis Rohingya.
Rohingya dibersihkan dari Sittwe yang dikembangkan sebagai pelabuhan laut dalam untuk menyambut kapal tanker minyak dari Timur Tengah. Ada sejumlah besar perkembangan ekonomi di sekitar pelabuhan Sittwe dari hasil pembangunan pipa baru.
Pelabuhan strategis Sittwe, di mana banyak etnis Rohingya tinggal dan di mana jaringan pipa dimulai, hanyalah salah satu faktor. Faktor lainnya blok minyak yang menguntungkan.
“Politisi harus menyingkirkan kepentingan ekonomi mereka sendiri dan bertindak segera untuk mencegah bencana alam,” kata Hanan.
Seperti dilansir IHRB, Rakhine adalah negara bagian termiskin di Myanmar, meskipun ada pantai berpasir, dan sekarang minyak dan gas dalam jumlah besar dalam cadangan lepas pantai yang luas.
Lapangan gas Shwe sekitar 170 km dan di dekat Kyaukphyu. Lapangan gas ini dianalisis dan diukur oleh konsorsium perusahaan Korea-India-Myanmar.
Minyak itu berasal dari Teluk dan akan diturunkan oleh kapal tanker di sebuah terminal besar. Pipa gas dan minyak bertemu kemudian menuju terowongan dari Rakhine, melewati Myanmar, Cina Barat, terhubung dengan jaringan pasokan utama Cina Selatan dengan jarak lebih dari 2.000 km.
Sejak 2013 hingga saat ini sudah berulang kali dilakukan pemusnahan etnis Rohingya. Penjaga perbatasan Bangladesh mengatakan, Myanmar sesungguhnya takut terhadap ARSA.
“Mereka tak akan menyerang desa yang dijaga oleh ARSA. Tentara Myanmar hanya akan menyerang desa yang berisi penduduk sipil saja sebab mereka memang targetnya penduduk sipil,” katanya seperti dilansir Guardian, Sabtu, (2/9).
Profesor Hubungan Internasional di Universitas Chittagong, Ashraful Azad mengatakan, tujuannya adalah pembersihan etnis. “Myanmar ingin menghapus semua etnis Rohingya. Ini adalah genosida,” ujarnya.