Bidik Banten – Pemerintah harus memperhatikan dan melindungi industri rokok kretek nasional karena memiliki nilai historis. Hal tersebut jelas terlihat dari sejarah panjang kretek nusantara. Jika kretek sebagai produk asli tembakau tidak pernah ada, maka industri rokok nasional tidak akan tumbuh dan berkembang seperti sekarang ini.
Koordinator Forum Kajian Mahasiswa Untuk Kedaulatan Tembakau Syaifudin Anwar mengatakan, industri rokok memberikan dampak yang signifikan terhadap bangsa dan negara melalui APBN dan mata rantai perekonomian lainnya baik makro maupun mikro.
“Persoalan pertembakauan saat ini menjadi sangat komplek, mulai dari kampanye anti tembakau dari berbagai pihak, pertarungan kretek melawan rokok putih, dan juga keinginan masyarakat untuk mendapatkan payung hukum yang jelas terhadap pertembakauan nasional,” ujar dia, dalam keterangan pers, Senin (8/5).
Ia menambahkan, masalah pokok pertembakauan Indonesia hari ini adalah kuota import yang dibuka lebar tanpa pembatasan. Hal ini secara langsung menghantam jantung petani tembakau nasional.
Selanjutnya diikuti oleh membanjirnya produk rokok yang konten importnya tinggi sehingga berdampak langsung pada penggunaan bahan lokal yang menurun drastis. Regulasi dari pemerintah sejauh ini belum menjawab terhadap persoalan tersebut, malah cenderung tidak memihak kepada kepentingan nasional, khususnya PP 81 tahun 2009 yang berdampak pada pengalihan selera rokok dan berpindahnya konsumen rokok meninggalkan kretek.
“Hal tersebut jelas merugikan petani tembakau sebagai supplier pokok industri kretek nasional,” tegasnya.
Untuk menyelesaikan sengkarut tembakau, pemerintah harus segera menyusun program Swasembada Tembakau Nasional. Kemudian, membatasi Import Tembakau Kuota import hanya dibuka untuk memenuhi kekurangan kebutuhan tembakau nasional, setelah seluruh hasil tembakau petani Indonesia terserap pada satu musim panen.
“Pada saat yang sama pemerintah menggalakkan penanaman dan pembinaan petani tembakau nasional sampai pada target stop tembakau impor,” tegasnya.
Negara, melalui pemerintah pusat/daerah, harus menjadi fasilitator dalam Musyawarah Penentuan Harga Terendah, yang melibatkan petani dan pihak industri pada setiap tahun menjelang panen.
Tak kalah penting, naikan biaya bea masuk tembakau impor hingga sebesar 40% untuk embakau impor. Rendahnya biaya masuk selama ini, telah mengakibatkan tembakau luar membanjir dan mengancam kedaulatan tembakau nasional.
“Kami mendukung RUU Pertembakauan RUU dalam rangka memberikan payung hukum yang jelas terhadap pertembakauan Nasional dengan catatan harus dibersihkan dari unsur pasal-pasal yang tidak memihak kepada petani,” pungkas dia. **