Terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016 tentang istithaah kesehatan Jemaah haji yang ditandatangani Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek pada 23 Maret 2016 berlaku pada 11 April 2016 mendapat tanggapan dari salah seorang aktivis pengurus Majelis Badar Jalali, Sehu.
Menurut Sehu, aturan Permenkes Nomor 15 itu telah mengkebiri para jemaah haji yang sudah bertahun-tahun menabung agar bisa berangkat ke tanah suci guna melengkapi syarat keislamannya, namun ditengah jalan suka cita mereka harus pupus lantaran Permenkes tersebut tidak mengatur solusi yang baik bagi para jemaah haji yang gagal berangkat.
“Miris, Permenkes no 15 th 2016 telah merampas hak calon jamaah haji di negeri kita yang tercinta ini. Gimana tidak? karena permenkes tersebut saudara-saudara kita tidak jadi diberangkatkan ke Makkah Al-Mukaramah untuk melaksanakan Ibadah kepada Allah SWT. Yaitu menunaikan rukun Islam yang ke 5, lantas hukuman apakah yang pantas untuk orang-orang yang melarang atau menghalang-halangi seseorang untuk beribadah.. Dan hal ini terjadi hanya di tahun ini”tegasnya.
Permenkes Nomor 15 itu, Lanjut Sehu, sudah memupuskan harapan para jamaah haji yang ingin menunaikan ibadah dengan niat suci karea Allah Ta’ala dan untuk tujuan itu mereka rela menabung selama bertahun-tahun lamanya dengan tujuan yang ikhlas, tapi Mengapa pasien cuci darah yang sudah memiliki nomor porsi dan sudah tercatat dalam daftar tunggu (Waiting List) puluhan tahun harus ditolak menjadi calon jemaah haji?”ungkap ustadz Kharismatik ini.
Diterangkannya, ada beberapa kesalahan dalam penerapan Permenkes No 15 itu. yang pertama, Pemerintah belum mensosialisasikan peraturan itu kepada para calon jemaah haji, yang kedua tidak adanya rekomendasi seperti apa larangan bagi para jemaah yang terkait dalam pasal tersebut, dan diharapkan pemerintah lebih peka dengan persoalan dengan mengedepankan aspek kearifan bagi para jemaah haji sehingga niat para jemaah haji yang ingin beribadah tidak dihalangi dengan peraturan menteri yang belum disosialisakan sebelumnya.
“Jadi yang pastinya dengan adanya aturan itu jamaah haji yang punya keterbatasan kesehatan merasa di rugikan dan pemerintah dalam hal ini Menteri Kesehatan dianggap menghalangi niat ibadah serta merasa di kesampingkan sedangkan mereka ibadah dengan niat iman dan islam”imbuhnya
Seperti yang dikatakan Allah SWT dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala berfirman dalam Kitab yang Mulia,
( وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ ) آل عمران/97 ”
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” SQ. Ali Imron: 97.”
Telah ada dari Ikrimah rahimahullah terkait dengan penafsiran ayat tadi, ucapanya perjalanan adalah kesehatan (tafsir Ibnu Katsir surat Ali Imron ayat 97).
Sehingga keselamatan badan dari penyakit dan kekurangan yang menghalangi haji merupakan syarat diwajibkannya haji. Kalau sekiranya seseorang sakit menahun atau ditimpa penyakit permanen atau stroke atau orang tua yang tidak memungkinkan berpindah-pindah, maka dia tidak diwajibkan menunaikan kewajiban haji. Barangsiapa yang mampu menunaikan haji dengan bantuan orang lain, maka dia wajib haji kalau dia mudah mendapatkan orang yang membantunya (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah 17/34).
(Zaki)