Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Lampung (Unila) Budiyono menilai pemerintah sengaja mendiamkan konflik dualisme kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan mengirimkan surat perihal dokumen yang harus dipenuhi oleh PPP Djan Faridz untuk memperoleh SK Kepengurusan per 31 Desember 2015 kemarin.
“Dengan mengirim surat ke Djan Faridz, jelas sebenarnya ingin memperlambat SK, karena kepentingan politiknya tinggi,” kata Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Lampung (Unila) Budiyono saat dihubungi, Minggu (3/1/2016)
Menurut Budiyono, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sejak awal mendukung PPP kubu Romahurmuziy. Itu terbukti dengan surat yang dikirimkan ke Djan Faridz, apabila tidak dapat terpenuhi maka SK Kepengurusan tidak dapat terbit.
Adapun surat tersebut salah satunya mengenai adanya laporan keraguan keabsahan dan pemalsuan dokumen Muktamar VIII di Jakarta pada 30 Oktober – 2 November 2014, maka Menkumham tidak bisa terbitkan SK PPP Djan Farid.
“Intinya Menkumham terlalu mengada-ada dan mencari alasan untuk menolak menerbitkan SK Djan Faridz. Kalau memang mengakui langsung saja proses SK-nya,” ujarnya.
Selain itu juga, putusan berkekuatan hukum tetap (inkrach) dari Mahkamah Agung (MA) dan pengadilan negeri sudah bisa menjadi rujukan yang kuat bagi Menkumham agar segera menerbitkan SK Kepengurusan.
“Harusnya pemerintah merupakan pihak yang bertanggung jawab dengan keadaan partai politik yang terbelah. Pemerintah harusnya netral tidak memihak salah satu kubu, tapi kenyataannya Pemerintah memihak salah satu kubu. Ini tidak baik bagi pendidikan demokrasi ke depan,” tuturnya.
Sumber: NBC