Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah rawan digunakan sebagai modal politik bagi calon petahana, atau keluarga petahana dalam memenangkan pemilihan kepala daerah. Apalagi, penyerapan anggaran di sejumlah daerah sekarang ini belum maksimal.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menengarai belanja daerah akan meningkat ketika pilkada serentak semakin dekat.
“Memang dalam setiap pemilu atau pemilkada, APBN dan APBD selalu terancam, apalagi dalam kondisi sekarang, spending belum banyak, kemudian spendingbiasanya akan dibuat di akhir (tahun) dan dan kita tahu tanggal 9 Desember itu pilkada. Proses ke arah sana itu biasanya APBN atau APBD sering dipakai,” kata Koordinator ICW Ade Irawan di Jakarta, Selasa (29/9/2015).
Menurut Ade, ada kecenderungan calon petahana menggunakan APBD untuk kepentingan pemenangannya mengingat kuasa anggaran ada di tangan mereka. Terlebih lagi, pihak eksekutif maupun legislatif sekarang ini cenderung saling berkomprom untuk mengamankan kepentingan masing-masing.
Dengan demikian, menurut Ade, proses pengawasan yang dilakukan legislatif terhadap eksekutif hingga di daerah kurang maksimal. Pendapat senada disampaikan Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar. Zainal menilai APBD/APBN rawan menjadi bancakan petahana menjelang pilkada. Kondisi ini patut dikhawatirkan mengingat lebih dari setengah total calon yang mengajukan diri dalam pilkada serentak Desember mendatang merupakan petahana atau incumbent.
Atas dasar itu, Zainal menilai perlu dilakukan pengawasan ketat oleh penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Seingat saya, dari 200 an lebih pilkada langsung, 138 atau 148 yang incumbent, lebih dari setengahnya incumbent. Siapa bilang ini tidak jadi bancakan padahal yang begini lah harusnya KPK kuat karena yang bisa interupsi hanya KPK, tetapi sistemnya tidak terbangun, legislasinya bermasalah,” tutur Zainal, seperti dikutip kompas.com.
(Ed)