Ditjen Pajak Kemenkeu mengharapkan perusahaan tidak menggunakan faktur pajak fiktif.
Direktur Intelijen dan Penyelidikan Ditjen Pajak Kemenkeu, Yuli Kristiyono mengatakan karena kalau menggunakan itu akan kena sanksi. “Ada perusahaan eksis ada delapan yang menggunakan faktur fiktif,” ujar Yuli saat ngobrol santai di Jakarta, Senin (22/9/2014).
Yuli mengatakan bagi perusahaan yang menggunakan faktur fiktif ada dua kemungkinan. Pertama perusahaan sebagai korban konsultan pajak ilegal dan kedua memang perusahaan tersebut yang sengaja menggunakan jasa konsultan ilegal.
“Kita tegakan hukum bagi yang sengaja kalau yang korban hanya dikenakan denda saja keterlambatan,” katanya.
Diketahui sebelumnya, Penyidik Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bersama dengan Bareskrim Mabes Polri, kembali melakukan penangkapan penerbit faktur pajak bodong, atau yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
Penangkapan pelaku berinisial Z alias J alias B ini dilakukan pada 3 April 2014 pukul 19.00 WIB di Jakarta Timur.
Dalam keterangan resmi Ditjen Pajak, Sabtu (5/4/2014), pengungkapan kasus ini dimulai pada tahun 2010, dengan melakukan penyidikan terhadap Soleh alias Sony, Eryanti dan Tan Kim Boen alias Wendry. Atas Proses Penyidikan tersebut telah dilakukan penuntutan dan diputus melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 23 Agustus 2010.
Z alias J alias B bersama saudaranya D alias A alias R (masih buron) merupakan penerbit faktur pajak yang tidak didasarkan pada transaksi sebenarnya melalui perusahaan: PT. SIC, PT. IGP, PT. GIK, PT. BSB, PT. KGMP, PT. BIS, PT. BUMP, PT. CDU, PT. MNJ, PT. SPPS dan PT. PML, dalam kurun waktu tahun 2003 hingga tahun 2010, yang diperkirakan mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp 247.447.417.730.
Menurut keterangan Ditjen Pajak, Z dan D mendirikan perusahaan-perusahaan di atas dan menggunakan nama-nama fiktif sebagai pengurus dan pemegang saham. Z dan D menyuruh anak buah mereka bernama Soleh alias Sony, dkk, untuk menandatangani faktur pajak dan SPT Masa PPN perusahaan-perusahaan tersebut. Faktur pajak yang diterbitkan kemudian dijual ke perusahaan-perusahaan yang berniat menggunakan faktur tersebut sebagai pengurang jumlah pajak yang harus dibayar.
Ditjen Pajak menyatakan bakal terus melakukan tindakan yang tegas terhadap perusahaan-perusahaan penerbit dan pengguna faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya. Bersama ini diimbau kepada masyarakat dan Wajib Pajak agar berhati-hati dalam menggunakan faktur pajak masukan, sehingga tidak terlibat dalam tindak pidana perpajakan.
Seperti diketahui, Ditjen Pajak mencatat masih banyaknya kasus pelanggaran pajak dengan modus faktur pajak palsu yang tidak sesuai dengan transaksi sebenarnya. Dari 2008-2013, ada 100 kasus faktur pajak palsu yang menyebabkan kerugian negara Rp 1,5 triliun.
Kebanyakan dari kasus tersebut dilakukan di sektor perdagangan. Meski belum dapat ditentukan secara pasti apakah kasus ini berasal dari perusahaan fiktif ataupun rekening bank yang palsu.