Anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto mengusulkan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam pilkada melalui DPRD.
“Dengan dipilihnya kepala daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), maka bisa dijadikan momen untuk memperkuat pengawasan oleh KPK,” kata Yandri dalam acara diskusi “Pilkada untuk Siapa?” di Jakarta, Sabtu.
Ia menegaskan, KPK bisa mengawasi kalau ada anggota DPRD yang main mata.
“Ini justru momen untuk memperkuat KPK di daerah. Kita uji keseriusan KPK ke daerah untuk lebih berperan aktif,” katanya.
Yandri meyakini bahwa proses pilkada lewat DPRD lebih transparan dan mudah diawasi.
“Pada ayat per ayat di draf RUU Pilkada tidak langsung ada peran masyarakat, ada uji publik dan rekam jejak calon. Syaratnya sangat ketat, kualitas dikedepankan, sistem disederhanakan,” ujar Yandri.
Ia menegaskan bahwa pilkada oleh DPRD menghemat anggaran negara.
“Kalau isunya mau penghematan anggaran, justru ini momennya. Aneh kalau PDIP tidak setuju. Selain itu, cost sosial juga lebih mahal kalau pilkada langsung, contoh adik kakak bisa pecah kongsi, antarkampung bisa perang. Ini bahaya kalau tidak direvisi,” ujarnya.
Ia menimpali, “Rasanya dosa kalau kita membiarkan kemudaratan yang merajalela. Ini bukan karena kami ingin kekuasaan kok, saya rasa PDIP terlalu takut saja. Ada ketakutan PDIP kalau Jokowi jadi presiden sendirian, sementara gubernur-gubernurnya dari Koalisi Merah Putih. Padahal lihat faktanya, pilkada langsung ini merusak mental.”
Sementara itu, anggota Panja RUU Pilkada dari Fraksi PDI Perjuangan Rahadi Zakaria menilai pilkada adalah untuk rakyat, maka harus dipilih oleh rakyat.
Menurut dia, kalau pilkada kembali dipilih oleh DPRD, justru menunjukkan kemunduran demokrasi di Indonesia.
“Kedaulatan itu di tangan rakyat. Kalau tadi dikatakan pilkada langsung banyak mudaratnya dan biaya tinggi, saya kira itu bukan suatu alasan untuk pilkada tidak langsung,” ujar Rahadi.
Rahadi menambahkan, untuk menekan biaya penyelenggaraan pilkada yang tinggi, bisa dilakukan pemilu serentak. Cara tersebut cukup efektif untuk menghemat anggaran.
“Demokrasi yang baik adalah yang tentunya diberikan kepada rakyat,” ujarnya menambahkan. (Zaky)