Google Glass sudah mulai disediakan untuk umum yang mampu membayarnya sebesar US$ 1.500 atau Rp 16 jutaan. Perangkat kacamata pintar ini menawarkan berbagai fungsi menarik namun juga sebuah bahaya yang bisa mengintai para penggunanya.
Bahaya itu ialah sakit dan rasa pegal pada matanya. Hal ini dikarenakan Google Glass menggunakan user interface yang langsung berada di depan mata penggunanya. Akibatnya, sebagian kalangan meminta perangkat ini dipasangi label peringatan resiko sakit mata untuk penggunanya.
Jawaban muncul dari seorang dokter mata Harvard bernama Dr. Eli Peli yang juga dipekerjakan Google untuk berkonsultasi seputar isu-isu sakit mata yang disebabkan perangkat terkoneksi.
Dr. Peli mengungkap bahwa Google telah memilih lokasi kaca proyeksi yang sesuai dan tak menghalangi titik pandangan yang biasa dimiliki kebanyakan orang. Meski begitu, lokasi itu seringkali membuat mata penggunanya menjadi kelelahan dan sakit setelah memakainya untuk beberapa fungsi.
“Kebanyakan orang ketika memiliki Google Glass ialah bermain lama dengan menggunakan pengaturan di dalamnya yang menyebabkan kelelahan dan sakit yang seperti kebanyakan pengguna baru alami. Ini ketidaknyamanan pada otot mata yang sebagian besar penderitanya tak lagi merasa sakit setelah satu atau dua minggu,” kata Peli seperti dilansir Phone Arena.
Ia juga menyebutkan konsep dasar kacamata pintar terkoneksi dibuat hanya untuk aktivitas lirik cepat seperti mengambil gambar, melihat peta atau membaca pesan teks. Perangkat itu tidak dirancang untuk melihat film streaming ataupun kegiatan visual lain yang memakan waktu lama.
Google sendiri mengaku rasa sakit yang dirasakan pengguna Google Glass sama seperti yang biasa dialami oleh para pengguna kacamata baru dari resep dokter. Perusahaan ini pun mengaku bahwa perangkat buatannya dibuat untuk aktivitas yang disebut ‘micro-interaksi’. (Dewi WN/Liputan6)