Pejabat Pemkot Cilegon jadi tersangka korupsi dalam perkara sertifikasi aset tanah Pemkot Cilegon tahun 2009 senilai Rp 200 juta. Setelah mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) pada Kamis (1/3), Kasi Pidsus Kejari Cilegon Dwianto Heineman menyatakan telah menetapkan satu tersangka. Yakni mantan Kasubag Analisa dan Kebutuhan pada Bagian Perlengkapan Setda Kota Cilegon yang kini menjabat Kabag Tata Usaha di RSUD Kota Cilegon, Helmi Priatna.
Menurut Kasi Pidsus Kejari Cilegon , HP ditetapkan sebagai tersangka terlebih dahulu ketimbang calon tersangka lain. Lantaran jaksa penyidik menemukan alat bukti yang menguatkan keterlibatan Helmi Priatna yang juga PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) sertifikasi tahun 2009 berdasarkan keterangan 9 orang saksi.
Soal penahanan, Dwianto menyatakan, belum dilakukan karena tersangka belum menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. “Karena sudah kuat bukti dan keterangan saksi yang ada, kami tetapkan HP (Helmi Priatna-red) sebagai tersangka,” tegasnya.
Dia menerangkan, Helmi Priatna ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap telah melanggar prosedur pengurusan 11 sertifikat tanah tersebut. “Tahun-tahun sebelumnya pengurusan sertifikat dari Pemkot ke BPN (Badan Pertanahan Nasional). Berarti kan ada apa-apanya, bisa jadi mencari keuntungan,” kata Dwianto.
Dwi menambahkan, pemeriksaan saksi-saksi akan kembali dilakukan untuk menutup celah tersangka bebas. “Secepatnya dan sudah kami jadwalkan, termasuk pemeriksaan tersangka HP,” katanya.
Kemungkinan jumlah tersangka bertambah, menurutnya, tidak tertutup. “Tidak menutup kemungkinan. Karena melibatkan pihak ketiga yaitu notaris dan BPN,” ujar Dwianto.
Diketahui, proyek ini terindikasi korupsi ketika Kejari Cilegon menemukan kejanggalan dalam pengurusan 11 bidang tanah milik Pemkot Cilegon pada 2009. Ini lantaran notaris yang ditunjuk sebagai pihak ketiga proyek sertifikasi ini hanya mampu menyelesaikan 4 bidang tanah. Namun anehnya, Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) menyatakan anggaran Rp 200 juta itu habis terserap. Anggaran sertifikasi pada 2008 senilai Rp 16 juta juga tidak dapat dipertanggungjawabkan, anehnya lagi dalam melaksanakan kegiatan program Sertifikasi itu tersangka tidak menempuh prosedur kerja secara umum. “Dengan ditetapkanya HP sebagai tersangka tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah sebab melihat modus yang dipakai oleh tersanigka kelihatannya ada kerja sama dengan pihak lain” ujar Dwi. Kepada tersangka HP akan dijerat dengan pasal 2,3,9 Undang -undang 31 tentang Tindak Pidana Korupsi.
(red_bb)
Comments are closed.